Komunitas Literasi Islam
5 589
Subscribers
+524 hours
+117 days
+3930 days
- Subscribers
- Post coverage
- ER - engagement ratio
Data loading in progress...
Subscriber growth rate
Data loading in progress...
Dan benarlah. Kita tak bisa melakukan apa-apa pasca runtuhnya Khilafah…
https://www.instagram.com/p/C63cBYSpBVF/?igsh=MTcxdGpmOXQ5eWdxZg==
👍 6
Disadur dari buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda” halaman 343-344 (terbitan KLI, penulis: Nicko Pandawa)
Baca ulasan, testimoni, dan spoiler lain dari bukunya di sini
https://drive.google.com/file/d/1lGs0nPh6YA0iu--WkSG-FX3kxexQj2M9/view?usp=sharing
👍 3
Mengenai foto Ratu Wilhelmina yang justru dipajang berdampingan dengan Sultan Reşat, maka Tjokroaminoto dengan entengnya menjawab, bahwa Ratu Belanda itu adalah “salah satu pengikut yang tunduk pada Sang Padişah” (vazallen van dien Padisjah).
👍 1
"Raja Turki", "Raja Stamboel" itu sendiri, sering digunakan sebagai istilah untuk menyebut sang Khalifah..
“Raja Turki itu,” jawab Tjokroaminoto, “Dianggap sebagai Khalifah, wakil Allah (dalam menjalankan hukum-Nya di muka bumi ini), bagi siapa pun yang akrab dengan kecenderungan keislaman” (dat de Turksche koning... als de Khalifah, de stedehouder Gods, voor elk die met Moehammedansche tendenzen bekend is).
👍 1
Dengan penasaran, Rinkes bertanya kepada Tjokroaminoto mengenai hal tersebut.
Kala Douwe Adolf Rinkes (1878-1954), penasihat Pemerintah Kolonial Belanda pengganti Snouck Hurgronje hadir dalam sebuah acara Sarekat Islam di Surabaya, ia tersentak kaget.
Sebab, ia mendapati foto Khalifah umat Islam, yakni Sultan Meḥmet V Reşat, tergantung berdampingan dengan foto Ratu Wilhemina. Seharusnya, hanya ada foto sang Ratu sebagai pemimpin tertinggi Belanda yang terpasang di sana.
Berkaitan dengan Tjokroaminoto, buku “Khilafah dan Ketakutan Penjajah Belanda” (KKPB), juga banyak mengungkap pandangan politik sang “Raja tanpa mahkota” itu terhadap Khilafah.
“Pemandangan yang tersebut di muka ini perlu sekali kita lahirkan, dan juga perlu sekali saudara-saudara memperhatikannya, sebab pemandangan ini mengenai pokok dan dasarnya segala perselisihan dan perbantahan tentang politik. Pemandangan ini menyuruh kepada kita akan menetapkan keyakinan dan menjawab pertanyaan:
Apakah politik dan hukum Kerajaan itu harus berdasar akal manusia semata-mata, atau apakah politik dan hukum Kerajaan itu harus berdasar perintah-perintah Allah yang menjadikan segala apa saja yang ada dan berkuasa di atas semuanya itu?
Kita umat Islam wajib berkeyakinan dan menetapkan tempat pendirian: politik dan hukum Kerajaan harus berdasar perintah-perintah Allah!”