cookie

We use cookies to improve your browsing experience. By clicking «Accept all», you agree to the use of cookies.

avatar

Bekal Akhirat

Persiapkan bekal menuju akhirat - Akidah, Ibadah, Akhlak, Tsaqafah - bekalakhirat.wordpress.com

Show more
The country is not specifiedThe language is not specifiedThe category is not specified
Advertising posts
675
Subscribers
No data24 hours
No data7 days
No data30 days

Data loading in progress...

Subscriber growth rate

Data loading in progress...

emenangan' dalam sebuah munazharah tidak diukur dari banyaknya dalil yang dikemukakan, melainkan kekuatan dan ketepatannya. ¤ Menang dan kalah tidak ada dalam konsep munazharah para ulama. Yang ada adalah tampak atau tidak tampaknya kebenaran. ¤ Imam Syafi'i yang terdiam tampak sebagai pihak yang kalah. Sementara Imam Ishaq yang tampak sebagai pihak yang menang, ternyata secara objektif lebih memilih untuk menggunakan dalil Imam Syafi'i. رحمهم الله جميعا (Kisah ini dimuat juga oleh Imam Murtadha az-Zabidi dalam kitabnya yang sangat fenomenal ; Ithaf Sadah Muttaqin Syarah Ihya` Ulumiddin dalam pembahasan tentang bagaimana seharusnya bermunazharah. Sangat recommended untuk dikaji secara serius) https://www.facebook.com/100001755967135/posts/3117366404998528/
Show all...

Ketika Imam Syafi’i Terdiam… Oleh : Yendri Junaidi Suatu ketika, Imam Ishaq bin Rahuyah mengajak Imam Syafi’i –رحمهما الله- untuk bermunazharah tentang kulit binatang yang jadi bangkai lalu disamak (مدبوغ). Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله hadir dalam munazharah itu. Imam Syafi'i berpendapat bahwa kulit tersebut suci. Imam Ishaq bertanya, “Dalilnya apa?” Imam Syafi’i menjawab, “Hadits yang diriwayatkan oleh az-Zuhri dari Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu Abbas ra, dari Maimunah ra bahwa Nabi Saw bersabda: “Kenapa tidak kamu manfaatkan kulitnya?” Imam Ishaq berkata: “Hadits dari Ibnu ‘Ukaim: “Sebulan sebelum meninggal, Nabi Saw menulis kepada kami: “Jangan ambil manfaat dari bangkai, baik disamak maupun di-'ashar.” Hadits ini menasakh hadits dari Maimunah karena disampaikan sebulan sebelum Nabi wafat.” Imam Syafi’i berkata: “Hadits Ibnu ‘Ukaim berbentuk kitab (tulisan), sementara hadits Maimunah berbentuk sama` (didengar langsung).” Tentu hadits yang diriwayatkan dari pendengaran langsung jauh lebih kuat dibandingkan hadits yang diriwayatkan dari tulisan. Merespon ini, Ishaq berkata: “Nabi Saw menulis surat pada Kisra dan Kaisar. Surat tersebut menjadi hujjah terhadap mereka di sisi Allah.” Mendengar jawaban ini, Imam Syafii terdiam. Imam Ahmad yang mendengarkan munazharah tersebut lebih cenderung menggunakan hadits Ibnu ‘Ukaim yang disampaikan Ishaq bin Rahuyah. Tapi yang unik, Imam Ishaq sendiri yang menyampaikan hadits itu rujuk dari pendapatnya dan lebih memilih hadits Maimunah yang disampaikan Imam Syafi'i. Imam al-Khallal, salah seorang murid Imam Ahmad mengatakan bahwa akhirnya Imam Ahmad juga rujuk kepada hadits Maimunah. Artinya, ia kemudian berpendapat seperti gurunya Imam Syafi'i. Hadits Ibnu ‘Ukaim sekilas memang bisa dikatakan menasakh (menghapus) hadits Maimunah karena ia datang terakhir. Hanya saja hadits Ibnu ‘Ukaim ini mudhtarib (lemah) sehingga tidak kuat melawan hadits Maimunah. Tapi yang menarik adalah kenapa Imam Syafii terdiam setelah mendengar jawaban dari Ishaq bin Rahuyah? Imam Tajuddin as-Subki yang memuat kisah ini dalam Thabaqat-nya mengatakan, hal itu karena Imam Syafi'i tidak mencari ‘menang’ dalam sebuah munazharah (diskusi atau debat). Yang ia cari adalah kebenaran. Ia tidak peduli, apakah kebenaran itu muncul dari dirinya atau dari ‘lawan’ debatnya. Ketika ia telah menyampaikan dalil dan argumentasi yang diketahuinya maka tugasnya sudah selesai. Ia tidak akan ‘ngotot’ untuk meyakinkan orang bahwa dalilnya yang lebih shahih atau argumentasinya yang lebih kuat. Kalau kita yang ilmunya ‘nanggung’ mengikuti munazharah itu, mungkin akan langsung menduga bahwa ternyata Imam Syafii itu lemah dalam bidang hadits. Atau ternyata argumentasinya tidak kuat dan ia telah kalah. Padahal, Ishaq bin Rahuyah sendiri yang dinilai sebagai ‘pemenang’ dalam munazharah itu, akhirnya mengambil pendapat Imam Syafii dan menjadikan hadits Maimunah sebagai dalilnya. Imam as-Subki menambahkan, yang juga membuat Imam Syafi'i terdiam adalah ‘bantahan’ dari Ishaq bin Rahuyah ini sesungguhnya mengandung cacat ilmiah. Ishaq membantah hadits Maimunah yang diriwayatkan melalui sama’ dengan hadits Ibnu ‘Ukaim yang diriwayatkan melalui tulisan. Belum lagi kualitas hadits Ibnu ‘Ukaim yang masih dipertanyakan. Tulisan atau surat yang dikirim oleh Rasulullah Saw kepada Kisra dan Kaisar tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk menguatkan hadits Ibnu ‘Ukaim. Karena surat itu tidak berdiri sendiri. Ia dikuatkan oleh berbagai indikasi dan informasi yang tersebar secara mutawatir bahwa Muhammad Saw datang membawa agama yang benar dan mengajak manusia untuk bertauhid kepada Allah Swt. Jadi surat itu lebih sebagai penguat atau ajakan secara khusus kepada para penguasa itu untuk menerima ajakan Rasulullah Saw. Karena bantahan yang disampaikan Ishaq bin Rahuyah ini ‘cacat' secara ilmiah maka respon yang paling tepat untuk itu adalah diam. Karena boleh jadi, diam jauh lebih tepat daripada bicara. ☆☆☆ ¤ Seorang alim tahu kapan mesti bicara kapan mesti diam ¤ Diamnya seorang alim tidak berarti ia kehabisan jawaban ¤ 'K
Show all...
SHALAT FARDHU DI ATAS KENDARAAN Shalat di atas kendaraan tanpa berdiri dan tanpa menghadap kiblat hanya untuk shalat sunnah. Adapun shalat wajib, maka mesti berdiri dan menghadap kiblat. Makanya nabi saat shalat fardhu, beliau turun dari tunggangannya. Dari Jabir bin ’Abdillah, beliau mengatakan, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ ، فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ “Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pernah melaksanakan shalat sunnah di atas kendaraannya sesuai dengan arah kendaraannya. Namun jika ingin melaksanakan shalat fardhu, beliau turun dari kendaraan dan menghadap kiblat.” (HR. Al-Bukhari no. 400). Lalu bagaimana apabila tidak bisa turun dari kendaraan, seperti di kendaraan umum, atau kondisi macet yang luar biasa, sedangkan waktu shalat sudah semakin menipis? Maka, tetap wajib shalat dalam kondisi seadanya untuk menghormati waktu shalat. Lalu, diulang shalatnya saat kondisi telah memungkinkan. Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab juz 3 halaman 242 mengatakan: قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَوْ حَضَرَتْ الصَّلَاةُ الْمَكْتُوبَةُ وَهُمْ سَائِرُونَ وَخَافَ لَوْ نَزَلَ لِيُصَلِّيَهَا عَلَى الْأَرْضِ إلَى الْقِبْلَةِ انْقِطَاعًا عَنْ رُفْقَتِهِ أَوْ خَافَ عَلَى نَفْسِهِ أَوْ مَالِهِ لَمْ يَجُزْ تَرْكُ الصَّلَاةِ وَإِخْرَاجُهَا عَنْ وَقْتِهَا بَلْ يُصَلِّيهَا عَلَى الدَّابَّةِ لِحُرْمَةِ الْوَقْتِ وَتَجِبُ الْإِعَادَةُ لِأَنَّهُ عُذْرٌ نَادِرٌ “Para sahabat kami (ulama Madzhab Syafi’i) berpandapat, bila telah datang shalat fardhu sementara mereka dalam perjalanan, dan bila turun untuk shalat di atas tanah dengan menghadap kiblat khawatir akan tertinggal dari rombongannya atau mengkhawatirkan dirinya sendiri, hartanya, maka tidak diperbolehkan baginya meninggalkan shalat dan mengeluarkan dari waktunya. Ia mesti shalat di atas kendaraannya untuk menghormati waktu shalat dan wajib mengulanginya (bila telah memungkinkan), karena hal itu merupakan udzur yang jarang terjadi.” Semoga bermanfaat. Barakallaahu fiikum. - Muhammad Al-Fadhli -
Show all...
🕌 Playlist Ngaji Kitab Safinah (Fiqih Dasar Madzhab Syafii) 🕌 Episode 1: - Pendahuluan https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1608184799310021&id=100003555485295 Episode 2: - Rukun Islam - Rukun Iman https://www.facebook.com/alfadhli87/videos/1639010006227500/ Episode 3: - Makna Laailaaha illallaah - Ciri-Ciri Baligh https://www.facebook.com/alfadhli87/videos/1655748104553690/ Episode 4: - Istinja dengan Batu (Istijmar) - Rukun-Rukun Wudhu https://www.facebook.com/alfadhli87/videos/1671164483012052/ Episode 5: - Persoalan Air - Praktik Wudhu https://www.facebook.com/alfadhli87/videos/1679687478826419/ Episode 6: - Persoalan Mandi Janabah https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1688552717939895&id=100003555485295 Episode 7: - Pembatal Wudhu - Apa-apa yang Haram Bagi Orang Berhadats dan Junub https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1697290853732748&id=100003555485295 Episode 8: - Apa-Apa yang Diharamkan Bagi Wanita Haidh https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=319949085484942&id=564912297273805 Episode 9: - Sebab-Sebab Tayammum - Hewan yang Dihormati dalam Islam https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=314689625795051&id=564912297273805 Episode 10: - Syarat Sah Tayammum https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/2243424772648994/ Episode 11: - Rukun Tayammum https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/312505459375126/ Episode 12: - Persoalan Najis https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/385993018825508/ Episode 13: - Persoalan Haidh dan Nifas https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/756129011417543/ Episode 14 - Syarat Sah Shalat - Syarat Wajib Shalat https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=487924231734982&id=564912297273805 Episode 15: - Persoalan Aurat https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/1222565511227878/ Episode 16: - Rukun-Rukun Shalat https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/686235015106508/ Episode 17: - Lanjutan Rukun Shalat https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/435776376963460/ Episode 18: - Persoalan Niat Shalat https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/1051787001697185/ Episode 19: - Persoalan Membaca Alfatihah dan Syarat-Syarat Sahnya https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/3006693706011195/ Episode 20: - Persoalan Tasydid dalam Surat Alfatihah https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/2684889788194317/ Episode 21: - Permasalahan Sujud https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/2100991220018343/ Episode 22: - Tasydid pada Tasyahud - Waktu-Waktu Shalat https://www.facebook.com/lailialfadhli/videos/729394320842967/ Episode 23: - Waktu Terlarang dalam Shalat - Saktah dalam Shalat https://youtu.be/_-RUbOe6ByU Semoga bermanfaat
Show all...
Laili Alfadhli

Ngaji Safinah Episode 2

Ukuran Zakat Fitrah 1 Sha, 4 Mud, lebih dari 3Kg. https://youtu.be/RbT_FUUaw5k Apabila masih menggunakan ukuran berat seminimalnya 3Kg, atau dilebihkan sedikit. Apabila masih menggunakan ukuran liter, maka dibulatkan 4 liter saja, karena 1 Mud hampir sama dengan 1 Liter.
Show all...
Ukuran zakat fitrah 1 Sha 4 Mud 3 Kilo gram

Enjoy the videos and music you love, upload original content, and share it all with friends, family, and the world on YouTube.

MELETAKKAN TANGAN SAAT SEDEKAP DALAM SHALAT Hadits-hadits ziyadah (tambahan) posisi sedekap di dalam shalat merupakan tambahan yang syadz (lemah), meski datangnya dari Yahya Al Qathan. Adapun yang mahfuz-nya (yang kuatnya) hanya cara mengenggam lengan saja. Jalur terkuat dalam permasalahan ini datang dari Sufyan Ats Tsauri. Tapi tafarrud (menyendiri) Yahya dengan ziyadah (tambahan) ala shadrihi (di atas dada). Indikasi lain, madzhab Ats Tsauri justru meletakkan tangan saat sedekap di bawah pusar. Padahal beliau yang menguatkan hadits ini. Madzhab lain yang mengamalkan hadits ini adalah Asy-Syafi'i. Namun, beliau dan para pengikutnya tidak menafsirkan 'ala shadrihi dengan benar-benar di atas dada atau sejajar dengan paru-paru, melainkan memaknainya dengan meletakkan tangan di atas perut pada bagian ulu hati. Dan ini merupakan pendapat mu'tamad (resmi) Syafi'iyyah. Karena ziyadah (tambahan) itu haditsnya dhaif menurut mayoritas ulama, maka kesimpulannya tidak ada dalil shahih (yang disepakati keshahihannya) mengenai kekhususan meletakkan tangan saat bersedekap dalam shalat. Boleh tepat di pusar, di atas pusar, di bawah pusar, atau di atas dada. Namun demikian, dari sisi fiqihnya, bila tidak ada nash yg sahih, maka kembali ke amalan salaf jauh lebih utama. Sedangkan dalam persoalan ini tidak ditemukan ada ulama salaf atau para imam madzhab yang meletakkan tangan di atas dada saat sedekap dalam shalatnya. Kecuali Ishaq, maka tidak ada lagi selain beliau. Namun itupun dilakukan kadang-kadang saja, bukan pilihan utamanya. Karena madzhab beliau lebih memilih meletakkan tangan di bawah pusar dan menyatakan bahwa hal itu lebih menunjukkan sikap tawadhu'. Sebagaimana dalam Masail Ahmad Waishaq. Cara meletakkan tangan di bawah pusar ini yang menjadi pendapat mu'tamad di kalangan Hanabilah (madzhab Imam Ahmad bin Hanbal). Disadur oleh Laili Al-Fadhli dari diskusi dengan beberapa Asatidzah yang memiliki kompetensi dalam bidang hadits dan fiqih di salah satu grup WA. Wallaahu a'lam.
Show all...
KEWAJIBAN SHALAT BERJAMAAH (Terjemahan gambar kedua) Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa di antara yang tidak mewajibkan shalat fardhu berjamaah adalah para imam besar seperti Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syāfii dan selain keduanya. Dan pendapat mereka bersandar pada dalil-dalil yang kuat. Sedangkan pendapat yang mengatakan wajibnya shalat fardhu berjamaah, juga tidak mewajibkan pelaksanaannya di masjid. Oleh karenanya, tidak dibenarkan berkata kepada orang yang tidak mewajibkan shalat fardhu berjamaah, dengan mengatakan misalnya "pendapat tersebut telah meletakkan dalil tidak pada tempatnya" atau "pendapat tersebut menyesatkan kaum muslimin". Tidak ada keraguan (dan para Ulama sepakat) bahwa melaksanakan shalat berjamaah di masjid lebih besar pahala dan balasannya di sisi Allāh Ta'ālā, dan kita menyerukan kepada kaum muslimin untuk senantiasa menjaga amalan ini dalam kesehariannya. Adapun menyengaja untuk meninggalkan shalat berjamaah dan menundanya sampai habis waktunya termasuk perbuatan dosa yang sangat besar. Wallāhu a'lam. Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=191365 Diterjemahkan oleh: Laili Al-Fadhli Semoga Allāh mengampuni kesalahannya dan juga keluarganya
Show all...
مذاهب العلماء في حكم الجماعة في المسجد - إسلام ويب - مركز الفتوى

مذاهب العلماء في حكم الجماعة في المسجد أنا مسلم سني ولدت في عائلة متدينة وبدأت في صلاة الجماعة في سن السابعة حتى إن الوالد -حفظه الله- كان قد أيقظني يوم تاريخ ميلادي السابع لأصلي الفجر وكان لا يتركني في البيت إلا لمرض وعند ما كبرت سمعت أشخاصا من طلبة العلم يقولون إن صلاة الجماعة فرض كفاية! وعند ما تسألهم ما..

Choose a Different Plan

Your current plan allows analytics for only 5 channels. To get more, please choose a different plan.