cookie

We use cookies to improve your browsing experience. By clicking «Accept all», you agree to the use of cookies.

avatar

Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

Show more
Advertising posts
1 367
Subscribers
-324 hours
+97 days
+2430 days

Data loading in progress...

Subscriber growth rate

Data loading in progress...

DAUROH GEMBA Terdaftar 800 Peserta Alhamdulillah, Dauroh Gemba telah usai dan berlangsung dengan lancar. Dauroh Gemba bertempat di Masjid Al-Maghfirah Ma'had As-Salafy Gemba. Sebuah daerah di Kairatu, Seram, Bagian Barat, Maluku. Kajian Islam ilmiah itu dilaksanakan pada Jumat hingga Ahad (3-5 Mei 2024). Dauroh 3 hari itu menghadirkan al Ustadz Abu Nashim Mukhtar dan al Ustadz Abu Ali Saiful Bahri hafidzahumallah. Selama 3 hari itu gurunda memberikan ilmu dan nasihat yang sangat berharga. Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar menyampaikan kajian berjudul "Peran Ilmu dan Akhlak dalam Berdakwah". Sedangkan al Ustadz Abu Ali Saiful Bahri membawakan kajian berjudul "Mahalnya Persatuan". Sungguh ilmu yang dibutuhkan dalam berdakwah di kondisi zaman sekarang yang penuh fitnah. Dari data yang dicatat panitia, terdaftar 800 orang mengikuti keseluruhan rangkaian Dauroh Gemba. Jumlah tersebut bisa lebih mengingat ada peserta yang tidak atau belum mendaftar. Selain peserta dari Pulau Seram,.ada juga dari luar pulau, seperti Namlea dan Ambon. "Yang terdaftar rata-rata menginap di ma'had atau rumah ikhwah di sekitar ma'had. Sebagian ada juga yang menginap di penginapan," begitu kabar dari Abu Aun dari Ambon. "Konsumsi selama dauroh dijamin dari panitia, Baik menu pokok atau angkringan." Menu pokok yang dimaksud di antaranya ayam potong, sayur nangka, sayur kacang plus bakso, sayur urap, dan tentu saja ikan. Sedangkan menu angkringan adalah kopi panas, teh panas, ditemani pisang goreng kering (pisang mentah digoreng tanpa tepung khas Maluku). Cara makannya dicocolin ke sambal. "MasyaAllah. Kalau jaminan peserta dauroh, ikhwah di Gemba sambutannya luar biasa. Kadang kami yang dari Ambon malu kalau dauoh," ujar Abu Aun. Panitia Dauroh Gemba memang berupaya keras untuk menjamu tamu sebaik mungkin. Bagi mereka, peserta dauroh adalah tamu. Mereka berupaya agar para tamu terkesan dengan Dauroh Gemba sehingga berkenan kembali jika digelar dauroh lagi. Ketika bercerita tentang Dauroh Gemba, mereka akan bercerita tentang kenangan yang tak kan terlupakan. (Abu Zakariyya Thobroni, Senin 27 Syawal 1445H/6 Mei 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

Parung Ngariung Begitulah judul kajian Islam ilmiah di Ma'had Dzunnurain Parung di Sabtu (4/5) bakda Shubuh yang disampaikan oleh Al Ustadz Ayip Syafruddin hafidzahullah. Judul yang menggelitik. Singkat, padat, dan berima (pengulangan bunyi yang sama yakni 'ung'). Di awal kajian gurunda memaparkan alasan kenapa memilih judul tersebut. Kata 'Parung' adalah nama tempat di mana Ma'had Dzunnurain berlokasi. "Pentingnya mengenaikan daerah di mana anak-anak itu berada," ujar gurunda. Salafus shalih telah mewariskan hal tersebut sehingga didapati kitab-kitab tarikh suatu daerah. Para ulama pun lazim menyebutkan nama daerah asal mereka di belakang namanya. "Jangan sampai anak-anak tidak tahu asal mereka, apalagi dari sisi nasab keturunan. Dari mana ayahnya, ibunya dari mana. Tidak pernah dikenalkan kepada anak-anak kita," tutur gurunda. Selanjutnya gurunda menjelaskan makna kata 'ngariung'. Dalam kosa kata Sunda, istilah 'ngariung' artinya berkumpul. Berkumpul bukan semata-mata ngobrol ke sana ke mari. Dalam literatur Sunda 'ngariung' memiliki makna adanya persaudaraan, persamaan sikap tawadhu tidak ada di antara mereka yang menonjolkan diri, dan penuh kesahajaan. Begitulah ciri-ciri orang ngariung. "Jadi pada hakekatnya ketika kita bicara tentang Parung Ngariung, itu artinya kita berbicara tentang Parung yang di dalamnya ada kebersamaan yang dibangun dengan nilai-nilai agama Allah subhanahu wa ta'ala," papar gurunda pengasuh MTMI Al Ausath Solo itu. Gurunda kemudian menyebutkan sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya antara satu sama lainnya melainkan malaikat akan menaungi mereka, turun kepada mereka sakinah dan ketenangan, rahmat Allah memenuhi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan para malaikat-Nya." (HR Muslim) Ngairung yang berkumpul seperti di hadits itulah yang dimaksudkan gurunda. Ngariung yang dituntunkan oleh agama agar mereka mendapatkan ketenangan. Orang-orang yang ngariung seperti itu akan mendapatkan keutamaan dari Allah subhanahu wa ta'ala. Hidup dalam kebersaman dengan ketenangan merupakan yang diidam-idamkan di tengah kehidupan yang serbaindividual dan materialisti seperti sekarang. Terutama orang-orang Barat yang bergelimang material namun batin mereka kosong melompong. Di akhir kajian, gurunda berharap dengan ngariung di Parung, Parung bisa menjadi salah satu pusat kajian-kajian agama Islam. "Jadi, kata ngariung bermakna berkumpul. Berkumpul bukan semata berkumpul, saling berbicara, saling mengobrol. Tidak. Tetapi, makna ngariung di situ ada kesetaraan sikap tawadhu. Di situ ada sikap mahabah filllah. Ada rasa saling mencintai karena Allah subhanahu wa ta'ala. Di situ ada unsur as sakinah, ketenangan. Karena seseorang yang berkumpul dalam keadaan hatinya gelisah, ia secara fisik berada di tempat tersebut tapi secara hati ia berada di luar jangakuan. Pentingnya berkumpul semata-mata dilandasi mahabah kecintaan kepada Allah subhanahu wa ta'ala," papar gurunda. (Abu Zakariyya Thobroni, Ahad 26 Syawal 1445H/5 Mei 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

Kutunggu hadirmu di sini
Show all...
KAJIAN MALANG Masjid Semegah Itu Terasa Sempit Masjid megah dengan arsitektur indah itu beralamat di Jl. Blimbing Indah Selatan XII No.1A, Purwodadi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Namanya Masjid Ramadhan Araya, bisa menampung jamaah kurleb 1000-1300 orang. Dinamakan Ramadhan Araya karena masjid itu sebelumnya berupa balai RW yang digunakan untuk sholat tarawih di bulan Ramadhan. Masjid 3 lantai itu dibangun dengan tekad dari takmir pengin menjadi masjid yang paling luas dan megah di lingkungan perumahan Araya. Namun tatkala dilangsungkan kajian al Ustadz Abu Nashim Mukhtar hafidzahullah di Ahad terakhir April lalu (28/4), pihak takmir merasa masjidnya jadi sempit. Saking ramainya peserta malam Senin itu. Allahu akbar. "Masjid saya terasa sempit dan kecil," ujar Abu Hilmy Didin, salah seorang panitia kajian menirukan ucapan takmir Masjid Ramadhan Araya. Abu Hilmy Didin memperkirakan jumlah peserta sekitar 600 - 700 orang, Banyaknya peserta itu berasal dari kawasan Malang Raya meliputi Malang Kota, Batu, Tumpang, Turen, dan Wajak. Kebetulan pekan itu jadwal wali santri Ma'had As Sunnah Batu mengantarkan anaknya kembali ke pondok. Ada yang datang dari Sulawesi, Kalimantan, dan beberapa kota lain. Nah, wali santri itu ikutan hadir. Dari cerita Abu Hilmy Didin juga terungkap bahwa takmir Masjid Ramadhan Araya dibuat kagum dengan banyaknya peserta (laki-laki dan wanita). Selain itu perserta juga bisa bersikap tertib. Makanya, takmir masjid berharap ada lagi kajian islam ilmiah ahlussunnah di Masjid Ramadhan Araya. InsyaAllah Di Masjid Ramadhan Araya sebetulnya biasa digelar kajian. Namun kajian dilangsungkan di pagi hari selepas sholat Shubuh. Kajian al Ustadz Abu Nashim Mukhtar seusai Maghrib hingga Isya itu merupakan kali pertama bagi Masjid Ramadhan Araya. Kajian malam yang pertama kalinya namun jumlah pesertanya luar biasa. Abu Hilmy Didin menggambarkan peserta kajian al Ustadz Abu Nashim Mukhtar itu ramainya seperti ketika sholat Jumat. Ba'dallah, suksesnya acara itu tak lepas kinerja dari panitia --Kajian Kota Malang-- yang menghasung peserta untuk menaati tata tertib yang mereka buat. Semisal bagi peserta yang membawa anak kecil dihasung agar tidak bermain di kolam yang di situ dipelihara ikan koi. Panitia juga mengatur jalur pintu masuk peserta ke dalam masjid. Blessing in disguise. Masjid Ramadhan Araya semula bukan tempat yang dipersiapkan untuk kajian al Ustadz Abu Nashim Mukhtar. Panitia sudah memiliki tempat mereka biasa menggelar kajian yakni Masjid Al Ikhlas. Qodarullah wa maa sya fa'al, masjid Al Ikhlas baru bisa dipergunakan di hari Senin (29/4). Padahal gurunda hanya punya waktu di Ahad (28/4). Panitia pun kebingungan mencari alternatif masjid pengganti Al Ikhlas. Syaratnya, masjid harus luas dan di tengah kota agar siar dakwah ahlussunnah kian berkibar. Hanya semata-mata karena pertolongan Allah 'azza wa jalla, panitia diberikan kemudahan untuk melobi takmir Masjid Ramadhan Araya. Kajian Islam ilmiah berjudul "Dunia Hanyalah Kesenangan Yang Menipu" pun bisa digelar di sana dan sukses berlangsung dengan tertib. Alhamdulillah. (Abu Zakariyya Thobroni, Sabtu 25 Syawal 1445H/4 Mei 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

KOPWAH TULUNGAGUNG Dua Putaran Untuk pertama kalinya aku ikutan kopwah (kopi ukhuwah) di ma'had ini. Ma'had Ar Rayyan Tulungagung. Malam Rabu (30/4) itu aku bersama Abu Gatan diundang untuk ikutan kopwah di ma'had tersebut. Alhamdulillah. Sungguh menyenangkan kopwah bersama ikhwah Tulungagung. Malam itu yang ikutan antara lain al Ustadz Abul Laits, al Ustadz Abdul Jabbar, Pak Abdurrahman, Abu Zuhair, Mas Wahyu, Pak Dian, Abu Thurob, Mas Musayib, Mas Ismail, Mas Husnan, Pak Akbar, dan Pak Imron. Hafidzahumullah. Kopwah di Ma'had Ar Rayyan tak ubahnya kopwah di Manglayang yang biasa aku ikuti. Guyub dan selalu diwarnai canda yang memicu gelak tawa. Meski baru pertama kali berjumpa dengan mereka, serasa sudah saling kenal sejak lama. Yang membedakan hanyalah bahasa. Di Manglayang kental dengan bahasa Sunda-nya, di Ma'had Ar Rayyan didomimasi bahasa Jawa. Di Manglayang: "Beugh, kopina raos pisan. Mantap." Di Tulungagung: "Beh, kopine jian uuwenak tenan. Muwaantep." Hehehe. . Kopwah di Tulungagung malam itu bisa dibilang ajang perkenalan. Perkenalan dengan kopi seduh metode V60. Ba'dallah, Abu Gatan pernah mendapatkan pelatihan dasar barista dari Disdagin (Dinas Perdagangan dan Industri). Sehingga malam itu ia menyeduh kopi sembari mengajarkan metode V60. "Ikhwah di sini (Tulungagung) biasa kopwah kopi tubruk pakai gula," kata Abu Zuhair sembari menyebut merk kopi yang biasa mereka minum. Makanya malam itu kebanyakan ikhwah Tulungagung sedikit 'kaget' dengan rasa kopi seduhan Abu Gatan. Apalagi merasakan kopi yang sama namun rasanya bisa berbeda. Malam itu Abu Gatan membawa kopi arabika Gayo natural dan Halu Banana. Alhamdulillah, mereka mulai bisa menikmati kopi seduhan V60 meski hati masih ke tubruk. Kopwah pun pengin diulang lagi. Putaran 2. Jadilah malam Jumat (2/5) aku dan Abu Gatan kembali merapat ke Ma'had Ar Rayyan. Kopwah malam Jumat itu tak ubahnya seperti kopwah sebelumnya. Hanya saja beberapa peserta kopwah sebelumnya berhalangan hadir. Sebaliknya, yang berhalangan hadir sebelumnya bisa hadir di malam Jumat itu. Antara lain Pak Munawir, Pak Gatot, Pak Handoyo, Pak Win, dan Pak Fisal. Yang membuat malam itu spesial, al Ustadz Abu Ibrohim Abdurrahman Poso hafidzahullah yang baru datang di Tulungagung di sore hari itu ikutan hadir. Selain menceritakan keseruan perjalanan ke Tulungagung dan kisah seru lainnya, gurunda juga berbagi hal yang berkenaan dengan ma'had. Malam itu gurunda membahas tentang perlunya keterbukaan antara pengurus ma'had dengan wali santri. Sehingga jika terjadi masalah --semisal masalah tentang kewajiban membayar administrasi ma'had-- bisa dibicarakan untuk dicarikan solusinya. Tidak perlu ada dugaan-dugaan dari masing-masing pihak. "Perlunya sinergi antara pengurus (ma'had) dan wali santri," katanya. (Abu Zakariyya Thobroni, Jumat 24 Syawal 1445H/3 Mei 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

Bohongnya Nggak Ketulungan Pagi ini aku rasa kopiku nikmat sekali. Kopi pagi yang diseduh oleh seseorang yang sebelumnya dikabarkan sakit dan selalu menanyakan kapan kepulanganku. Kopi pagi itu diseduh dengan sepenuh kasih seorang ibu untuk anak yang telah lama dirindukannya. Anak itu adalah aku. Aku bisa pulang kampung dan hari ke hari kesehatan ibuku membaik. Kopi pagiku itu buktinya. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihat. Adalah selalu menyenangkan setiap kali pulang kampung. Aku bisa bersilaturahmi dengan keluarga adik dan kakak-kakakku di Tulungagung dan Blitar. Apalagi kepulanganku kali ini kian berkesan karena di Ahad (28/4) lalu, aku berkesempatan mengikuti dauroh al Ustadz Abu Nashim Mukhtar hafidzahullah di Ma'had Ar-Risalah Jombang. Aku bersama Pak Nur --kakakku-- juga sempat berbincang dengan gurunda di sela jeda dauroh. Dari situ aku tahu gurunda usai mengisi dauroh di Jombang kudu berangkat ke Malang untuk memberikan tausiyah di Masjid Ramadhan Araya. Sehari sebelumnya, gurunda memberikan tausiyah untuk santri baru di Ma'had Al-Faruq As-Salafy Kalibagor Banyumas. MasyaAllah. Akhir pekan itu --ba'dallah-- ma'had-ma'had ahlussunnah mulai diramaikan lagi dengan majelis-majelis ilmu setelah liburan panjang Ramadhan. Semisal di hari Sabtu (27/4), pagi hingga siang di Ma'had Daar El Abror Boyolali ada dauroh al Ustadz Ahmad Khodim. Malam harinya dilanjutkan dauroh di Ma'had Darussalam As Salafy Wonogiri. Keesokan harinya dilanjutkan dauroh di Masjid Ittiba'us Sunnah Klaten. Di hari ini juga ada dauroh al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawy di Ma'had An Nashiha Cepu. Hafidzahumallah. Pekan berikutnya, sepertinya bakalan lebih ramai. InsyaAllah. Ada dauroh al Ustadz Usamah Mahri dan al Ustadz Abdushshomad Bawazier di Ma'had Ittibaa'us Salaf di Metro Lampung (3-5/5). Di Ma'had Darussalaf Al Islamy Bontang (3-5/5) ada dauroh yang menghadirkan al Ustadz Muhammad As Sewed dan al Ustadz Qomar Suaidi ZA, Lc. Di Masjid Baiturrahim Kawunganten Cilacap (5/5) ada Kajian Ahad Pagi Ahlussunnah Wal Jamaah bersama al Ustadz Abul Abbas Shalih dan al Ustadz Miftahudin. Hafidzahumullah. Di pekan pertama itu pula digelar kajian rutin bulanan di Ma'had Al Hijrah Bandung. Di hari Jumat (3/5) ada taklim al Ustadz Abu Hamzah Yusuf mengaji kitab Asbaab Ziyadatil Iman wa Nuqshanihi. Sedangkan di Ahad (5/5) ada taklim al Ustadz Abdurrahman Mubarok mengaji kitab Jawami' Al Akhbar. Dari Bandung, al Ustadz Abu Hamzah Yusuf akan melanjutkan safari taklim Jabodetabek (3-5/5). Hafidzahumallah. Sungguh --sembari menikmati kopi pagi-- aku bersyukur kepada Allah 'azza wa jalla atas nikmat maraknya dakwah ahlussunnah di negeri ini. Ikhwah ahlussunnah setiap pekan seperti tak pernah sepi dari majelis ilmu. Biidznillah. Kadang aku dibuat kebingungan ketika hendak mendengarkan kajian yang disirarkan live streaming --ketika tidak memungkinkan hadir langsung di majelis ilmu. Banyak pilihan siaran langsung kajian yang waktunya berbarengan. Perkara yang wajar jika di satu akhir pekan/hari yang sama ada kajian yang dilangsungkan secara bersamaan. Entah itu taklim rutin pekanan, bulanan, atau dauroh. Majelis-majelis ilmu tersebut telah direncanakan sebelumnya sebagai agenda rutin ma'had dan itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Bukan acara dadakan apalagi tandingan. Kebangetan pisan jika ada yang lancang bilang ma'had-ma'had tidak pernah melakukan kegiatan kajian. Apalagi dikatakan dalam tempo yang terbilang panjang semisal 12 bulan. Bohongnya nggak ketulungan. (Abu Zakariyya Thobroni, Kamis 23 Syawal 1445H/2 Mei 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

Bersyukur Tiada Henti di Dauroh Jombang Ma'had Ar-Risalah Jombang. Bukan nama yang asing lagi bagiku. Itu adalah nama ma'had ahlussunnah di Jombang, daerah yang berjarak kurleb 60 km dari Sidoarjo tempat tinggalku dulu (2003-2013). Setiap kali aku berkunjung ke rumah ibu di Tulungagung, Jombang selalu dilewati. Qodarullah wa maa sya fa'al. Jika Allah 'azza wa jalla belum kehendaki, mustahil bisa terjadi. Selama tinggal di Sidoarjo dan tiap kali pulang ke Tulungagung, belum sekali pun aku sempat mampir ke Ma'had Ar-Risalah. Selalu saja ada alasan dan kendala hingga aku sekeluarga pindah ke Bandung di Juli 2013. Alhamdulillah, pada akhirnya aku bisa berkunjung ke Ma'had Ar-Risalah Jombang di 28 April 2024. Di Ahad itu ada dauroh al Ustadz Abu Nashim Mukhtar hafidzahullah. Aku berangkat dari Blitar bersama ikhwah Blitar bernama Pak Nur dan Mas Elang. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur bisa hadir di Dauroh Jombang. Jika biasanya aku pergi ke dauroh bersama ikhwah saudara seagamaku, di Dauroh Jombang aku datang bersama ikhwan saudara sedarahku. Ikhwan Blitar bernama Pak Nur itu kakak kandungku. Makin bersyukur meski hadir di ma'had yang baru pertama kali aku kunjungi, aku tidak merasa seperti orang asing. Panitia dengan ramah menyambut kedatangan kami meski mereka belum mengenal kami. Aku jadi merasa Ma'had Ar-Risalah bukan tempat yang asing lagi. Adalah tali ukhuwah yang kuat yang selalu terikat di ma'had-ma'had ahlussunnah yang jadi penyebabnya. Ma'had Ar-Risalah tak ubahnya seperti ma'had-ma'had ahlussunnah lain yang pernah aku kunjungi. Hangat sambutan, sarat keakraban. Apalagi di ma'had Jombang itu aku bertemu dengan beberapa ikhwah yang telah lama aku kenal dan baru aku kenal. Ada Pak Hanan, Abu Ilyasa', Abu Yahya Acay, Ustadz Abdul Latif, Pak Wawan RT, Abu Wildan (Surabaya); Pak Sarwan, Abdul Ghofar, Ustadz Syaiful, Ustadz Yusuf, Abu Ade, dr. Arif (Sidoarjo); Abu Ahmad (Gresik); Abu Zuhair, Ustadz Abdul Jabar (Tulungagung); Ustadz Abdurrahman (Madiun); Abu Daffa, Abu Hasan (Jombang); dan lainnya. Sungguh menjadi sangat mengherankan jika ada seorang ahlussunnah yang mengaku seperti orang asing di tengah-tengah ahlussunnah. Jangan-jangan dia bukan ahlussunnah lagi. Sungguh, bisa hadir di majelis ilmu seperti Dauroh Jombang adalah sebuah kenikmatan yang pantas disyukuri. Seperti disampaikan al Ustadz Abu Nashim Mukhtar di awal dauroh berjudul "Pasang Surut Problematika Remaja" itu. Gurunda menyebutkan banyak kebaikan bisa hadir di majelis ilmu. Di antaranya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah 'azza wa jalla, tholabul ilmi, bertemu dengan orang-orang sholeh, mempermudah jalan menuju jannah, memperoleh sakinah dan ketenangan, serta mendapatkan naungan sayap malaikat. Alhamdulillah. (Abu Zakariyya Thobroni, Senin 20 Syawal 1445H/29 April 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

DAUROH BLITAR Bersaudara dalam Kebaikan Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihat. Di Ahad (21/4) lalu telah dilaksanakan dauroh di Masjid Nurul Huda yang beralamat di Jl. Kalimas 3 Kepatihan, Pakunden, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Blitar. Dauroh berlangsung mulai selepas sholat Maghrib hingga menjelang Isya. Al Ustadz Usamah bin Faishal Mahri, Lc hafidzahullah sebagai pemateri di dauroh itu. Pengasuh Ma'had As Sunnah Batu Malang itu menyampaikan kajian Islam ilmiah dengan tema "Bersaudara dalam Kebaikan." Diperoleh kabar, jumlah peserta dauroh Ahad itu mencapai angka kurleb 110 orang. Yang menggembirakan banyak masyarakat sekitar yang ikutan hadir. Diperkirakan prosentasenya mencapai 60% dan selebihnya ikhwah. Salah satu peserta dari kalangan masyarakat itu katanya seorang ketua salah satu ormas agama terbesar di negeri ini di Blitar. MasyaAllah. Pihak takmir Masjid Nurul Huda pun menyampaikan terima kasih kepada ikhwah Blitar selaku panitia dauroh. Bahkan ada permintaan agar bisa dibuat kajian rutin untuk jamaah Masjid Nurul Huda. Semoga Allah 'azza wa jalla berikan kemudahan. Ba'dallah, dakwah ahlussunnah di kota Blitar memang mulai kembali eksis.. Diperoleh kabar ikhwah di sana sedang berusaha untuk bisa lagi menggelar kajian rutin selepas sholat Maghrib hingga menjelang Isya. Semangat ta'awun ikhwah Blitar dalam dakwah layak diacungi dua jempol. Tanpa melihat apakah dia ikhwan lama atau baru, mereka dirangkul dan diharapkan bisa turut andil dalam dakwah sesuai kemampuan. Semisal untuk tempat kajian, beberapa ikhwan menawarkan rumah mereka sebagai tempat kajian (jika belum mendapatkan masjid). Salah satu dari mereka juga sudah memberikan donasi berupa perangkat sound system untuk taklim nanti. Baarakallahu fiihim. Di dauroh Ahad itu banyak nasihat elok yang disampaikan al Ustadz Usamah begitu gurunda biasa disapa. Salah satunya agar kita dicintai dan diterima orang lain. "Intinya, orang itu kalau disenangi orang lain, diterima orang lain dan nyaman dengannya, gampang resepnya. Jadilah kamu seperti apa yang orang inginkan darinya. Jangan paksa untuk orang menjadi seperti apa yang kamu inginkan. Maka, intinya di situ," papar gurunda. Gurunda melanjutkan, kebanyakan orang bisa terjadi gesekan dengan orang lain, dia dimusuhi dia dibenci, karena dia ingin memaksa orang harus jadi apa yang seperti dia mau. Orang harus begini orang harus begitu. Sesuai yang dia inginkan. Seperti ini nggak akan disenangi. "Jadilah seperti apa yang orang inginkan. Turuti mereka selama itu bukan kemungkaran dan maksiat. Pasti kamu akan dicintai," ujar gurunda. (Abu Zakariyya Thobroni, jumat 17 Syawal 1445H/26 April 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

'(Anak) Lempar Batu, (Ortu) Lepas Tangan Sekelompok anak melempari rumah-rumah tetangganya dengan batu. Rumah yang dijadikan tempat belajar pun --yang letaknya jauh dari tempat tinggal anak-anak itu-- tak luput dari sasaran lemparan batu. (Bagaimana caranya anak-anak itu bisa keluar dari kompleks tempat tinggalnya yang kala itu tidak bisa bebas keluar-masuk dan harus melewati pos jaga?) Selain melempari batu, ada dari mereka yang menantang berkelahi anak-anak sebayanya di rumah belajar itu. Entah gerangan apa yang merasuki bocil-bocil itu sehingga bertindak brutal. Ortu mereka seakan lepas tangan, membiarkan anak-anaknya membuat keonaran. Alhamdulillah, kejadian tersebut sudah lama berlalu. Semoga tak terulang kembali. Konon itu --ba'dallah-- setelah tindakan brutal mereka hendak dilaporkan ke pihak kepolisian jika tidak dihentikan. Hanya saja, ketika tragedi tersebut diceritakan kembali, ada komentar ganjil yang membuat dahi pendengarnya mengernyit. "Ah, mereka kan masih anak-anak," begitu komentar --secara makna-- salah seorang yang terdengar ada sikap permisif (membolehkan/membiarkan). Apakah pembiaran tersebut dibenarkan? Apalagi ada juga dari bocil-bocil itu melempar batu ke anak lain yang membuatnya terluka/berdarah. Ada tulisan bagus berjudul "Beberapa Kesalahan dalam Mendidik Anak". Tulisan tersebut ditulis oleh Bisri Mustofa, S.Sos, M.I.P, seorang Petugas Penyuluh Sosial Muda pada Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Tulisan itu diposting di situs resmi Dinas Sosial Kabupaten Kulon Progo. Tulisan tersebut menyebutkan beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak sebagai berikut. - Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. - Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. - Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. - Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. - Jika anak dibesarkan dengan kekerasan, ia belajar untuk melawan. Di tulisan tersebut penulis juga mengutip tulisan dari mendiang Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, seorang psikolog kondang di negeri ini. Sang Profesor dalam bukunya berjudul Pengantar Umum Psikologi menyebutkan 20 kesalahan ortu dalam mendidik anak. Salah satunya poin kesebelas yakni, "Anak melakukan kesalahan atau berperilaku buruk, tetapi dibiarkan oleh orang tua. Terkadang orang tua merasa tidak tega atau terlalu lemah dalam mendidik anak, sehingga membiarkan perilaku buruk yang dilakukan anak dengan beranggapan, ah...namanya juga masih anak-anak. Sikap semisal ini salah besar. Justru mumpung masih anak-anak, dia harus dibenahi. Anak-anak harus diberi tahu mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan." Sepertinya ortu bocil-bocil itu telah melakukan kesalahan besar dalam mendidik anaknya. Wallahu a'lam. (Abu Zakariyya Thobroni, Rabu 15 Syawal 1445H/24 April 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670

Kopwah di Polda "Belum ada undangan (dari) Polda, Bah?" Begitu isi japrian dari Abu Fatih Agus salah seorang sohib saya di Manglayang. Tidak cuma sekali --seingat saya dua kali-- dia menjapri saya menanyakan undangan itu. Sebelumnya dia juga japri bertanya, "Bah, gak ada agenda ngopi2 sebelum mulai sibuk nih." Lho, apa hubungannya undangan dari Polda dan ngopi-ngopi? Hehehe... Undangan dari Polda yang dimaksud Abu Fatih Agus adalah undangan ngopi-ngopi dari Abu Sa'id Faishal. Abu Sa'id Faishal adalah shohib kami yang tinggal di kompleks Polda Gunung Jati yang letaknya berdekatan dengan Ma'had Al Hijrah. Cuma berjarak kurleb 150 meter. Nah, di rumah Kakak Ical --begitu ikhwan kelahiran Luwuk, Sulawesi Tengah itu juga biasa disapa-- itulah kerap jadi tuan rumah kopwah (kopi ukhuwah) ikhwah Manglayang. Apalagi dia memiliki peralatan seduh kopi yang terbilang paling komplet di antara ikhwah Manglayang. Alhamdulillah. Kak Ical jugalah yang menjadi salah satu barista di Dauroh Pantura dan diminta datang ke Dauroh Tapal Kuda di tahun lalu. Jadi urusan seduh kopi, tak perlu diragukan lagi. Dia jago bikin caffe latte atau cappucino bergambar. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Di hari Sabtu (20/4) malam pukul 20:38, muncul pesan dari Abu Sa'id Faishal di salah satu WAG saya. Isi pesan: "In syaa Allah besok malam ba’da isya ngopi2 di Polda # ya guys" Jadilah di Minggu (21/4) malam itu berlangsung Kopwah Manglayang di rumah Kak Ical. Sepeti biasa, tuan rumah memuliakan tamunya dengan makanan dan berbagai camilan. Malam itu ada spaghetti, french fries, sosis ayam, dan sosis sapi. Camilan ada happy tos, bakpia, brownies, putri salju, kastangel, dan nastar. Pilihan minuman malam itu ada air mineral, wedang uwuh, Coca-Cola, dan kopi (cold brew, V60, dan caffe latte). Melihat sajian seistimewa itu jadi mengingatkan saya pada jamuan dauroh-dauroh yang digelar di Masjid Agung Al-Ukhuwwah Bandung dulu. Jazaakallahu khoiron katsiron Kakak Ical. Namun bukan semata-mata karena sajian seistimewa itu yang membuat Abu Fatih Agus --begitu juga saya-- selalu kangen ngopi bareng di kompleks Polda Gunung Jati. Melainkan karena bisa berkumpul dengan saudara-saudara seagama dan semanhaj. Berkumpul dengan orang-orang yang Allah 'azza wa jalla telah satukan hati-hati mereka. "Sungguh, bukan hanya soal makanan dan minumannya yang kita nikmati dan rasakan. Tapi soal kebersamaan, kekompakan, dan ukhuwah yang harus tetap kita jaga dan pertahankan," begitu nasihat gurunda yang saya catat. Malam Senin itu berkumpul 19 ikhwah. Acara berlangsung mulai selepas sholat Isya dan berakhir hingga pukul 23;00. Menikmati jamuan, ngobrol ini ngobrol itu diselingi gelak tawa. Malam yang penuh kehangatan dan keakraban. Malam itu mereka berkumpul untuk menguatkan kekompakan. Mereka berkumpul sebagai ikhtiar untuk menjaga kebersamaan. Mereka berkumpul agar bisa Istiqomah dalam berukhuwah. Ukhuwah suci berlandaskan cinta dan benci karena Allah 'azza wa jalla. Bukan ukhuwah palsu, cinta dan benci karena sosok seorang guru. (Abu Zakariyya Thobroni, Senin 13 Syawal 1445H/22 April 2024) https://t.me/geraifathimah
Show all...
Gerai Fathimah

Catatan ringan Abu Zakariyya Thobroni. Lelaki biasa, seorang jurnalis di masanya (1994-2014). Bisa dihubungi di 0817307670