8. Bukan semua individu yang tidak mengamalkan membaca Quran Surah Yasin (Yasinan) pada malam Jum’at adalah Wahabi, tetapi siapa saja yang mengharamkan bacaan al-Quran kepada orang yang telah meninggal dunia maka tidak diragukan lagi dia adalah Wahabi. (Lihat: Kitab Taujihaat Islamiyyah, karangan Muhammad Zainu, Riyadh. Hlm 137).
9. Bukan semua individu yang meninggalkan doa dan dzikir setelah shalat itu dikira sebagai Wahabi,
tetapi siapa saja yang mengharamkan amalan bertabarruk dengan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam dan menuduh orang yang melakukannya dengan syirik serta menghalalkan darah mereka maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahhabi. (Lihat: Kitab Islamiyyah La Wahhabiyyah, karangan Nashir bin ‘Abdul Kareem Al-‘Aqal, hlm 87. Kitab Tahzir al-Sajid Min Ittikhaz al-Qubur Masajid, hlm 68-69).
10. Bukan semua individu yang tidak melafadzkan niat (seperti niat shalat Usholli, niat Puasa Ramadhan, dll) itu dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala duduk atau bersemayam di atas ‘Arasy (langit) maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahabi. (Lihat: Kitab Majalah Haji, Edisi 9 jilid 11, 1415 Hijriyyah, Makkah 73-74).
11. Bukan semua individu yang mengatakan bahwa pahala bacaan al-Quran (seperti hadiah Al-Fatihah) tidak sampai kepada si mayyit melainkan dengan cara berdoa itu dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang mengingkari kenabian Adam ‘Alaihis Salam maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahhabi. (Lihat: Kitab al-Iman bil Anbiya’ Jumlatan, karangan Abdullah bin Zaid, cerakan Maktabah Islami, Beirut. Kitab Syarah Thalathah al-Ushul, karangan Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, Dar al-Thurauyya Linnasyr, hlm 149).
12. Bukan semua individu yang melarang pembangunan di atas kuburan yang diwakafkan itu dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang mengkafirkan para Sufi dan menganggap pembunuhan terhadap golongan Sufi adalah suatu perkara yang wajib maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahabi. (Lihat: Kitab Majmu’ al-Mufid Min ‘Aqidah al-Tauhid, Maktabah Darul Fikr, Riyadh, hlm 102).
13. Bukan semua individu yang mensifati Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan istiwa’ dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang mentafsirkan istiwa’ yang warid di dalam al-Quran dengan makna duduk bersemayam (الجلوس) maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahabi. (Lihat: Kitab Nazarot Wa Ta’aqubat ‘Ala Ma Fi Kitab Al-Salafiyyah, karangan Shaleh bin Fauzan, Cetakan Darul Watan Riyadh, hlm 40).
14. Bukan semua individu yang tidak menyebut sifat 20 di dalam kitab-kitab mereka dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang mensifatkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan anggota badan maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahhabi. (Lihat: Kitab Tanbihaat Fi Rod ‘Ala Man Taawwala al-Sifat, karangan Bin Baz, hlm 19).
15. Bukan semua individu yang tidak mengusap tangan ke muka setelah berdoa dikira sebagai Wahabi, tetapi siapa saja yang mengharamkan ucapan Shodaqollohul ‘Adzim (صدق الله العظيم) setelah selesai membaca al-Quran, maka tidak diragukan lagi ia adalah Wahabi. (Lihat: Kitab Majalah Buhuth Islamiyyah, terbitan Riyasah Buhuth Al-‘Alamiyyah wa al- Ifta’, Edisi 45 tahun 1416 H, Riyadh, hlm 94. Kitab Taujihaat al-Islamiyyah, karangan Muhammad Zainu, hlm 81. Kitab al-Bahthu wa al-Istiqra’ Fi Bida’ al Qurra’, karangan Dr Muhammad Musa Nasr).
Melalui 15 perkara atau ciri yang telah disebutkan di atas maka kita sebagai pengikut ahlussunnah wal jama’ah dapat dengan mudah membedakan dengan pasti hakikat sebenarnya sipakah Wahhabi, mana yang termasuk golongan Wahhabi dan mana yang bukan Wahhabi. Mungkin masih banyak lagi perkara atau ciri-ciri yang menandakan seseorang itu Wahhabi atau bukan, bisa saja lebih dari 15 perkara di atas. Yang jelas, kelima belas ciri-ciri tersebut bisa dijadikan pedoman bagi kita untuk mendeteksi secara dini “kewahabian” dalam diri sendiri atau orang lain agar tidak terjerumus lebih jauh ke dalam firqah tersebut karena kadang kala seseorang itu sudah terpengaruh faham Wahhabi tetapi tidak disadari.