(276)
Agar Api Thalabul Ilmi Menyala Kembali di Hati
Futur bisa dialami oleh siapa saja. Tidak hanya yang muda, sudah tua sekalipun rawan futur. Terlalu sering menyoroti santri yang tidak mau lagi thalabul ilmi, sampai kadang terlewatkan bahwa yang berkeluarga pun bisa futur.
Apa itu futur? Futur adalah kondisi iman yang sedang lemah hingga malas beribadah. Ketika semangat thalabul ilmi sedang turun, bahkan terjun bebas, sampai pada titik terendah.
Titik nadir! Saat kaki berat diarahkan ke majlis ilmu, saat hati tidak bisa diajak berdamai untuk menuju halaqah taklim. Seolah ada dua kutub yang saling bertolak; antara dirinya dengan thalabul ilmi.
Apa penyebab futur? Banyak! Kali ini, kita akan mengangkat 1 saja, yaitu kecewa.
Thababul ilmi adalah ibadah paling afdhal, bila dibandingkan dengan sekian banyak ibadah.
Sampai-sampai ketika Imam Ahmad bin Hanbal ditanya tentang amalan yang paling afdhal, beliau menjawab, “ Thalabul ilmi. Sepanjang niatnya benar “ (Thabaqat Al Hanabilah, karya Ibnu Abi Yakla)
Koreksi niat harus rutin dan selalu dilakukan, apa yang ia cari dan harapkan?
Jangan sampai ada satu kendala atau satu hal yang bersifat cobaan niat, lantas membuatnya mundur dari thalabul ilmi.
Iya, mungkin terjadi ketika menghadiri majlis ilmu, merasa tidak disambut, kurang ditanggapi, seolah dibiarkan, seakan dianggap orang asing, tidak ada yang menyapa, bahkan seperti dicurigai.
Apakah akhirnya kecewa? Karena kecewa lalu membatalkan niat thalabul ilmi?
Itu perasaan saja! Itu cara yang ditempuh setan agar Anda menjauh dari thalabul ilmi.
Coba dimulai dari Anda sendiri. Anda hadir lalu mengucapkan salam, menyapa yang ditemui, ajak berjabat-tangan, pilih tempat duduk yang nyaman, kemudian ajaklah kanan-kiri untuk berkenalan. Seringkali kenyamanan itu dimulai dari diri sendiri.
Jika Anda terlihat ragu, nampak tidak bersahabat, tolah-toleh seperti kurang tenang, wajah tanpa senyum, diam tiada bicara, mungkin saja orang-orang itu lah yang segan dan sungkan. Seringkali ketidaknyamanan itu berasal dari diri sendiri.
Kalaupun merasa tidak disambut hangat, janganlah kecewa! Coba ingat kembali apa niat Anda? Apakah hendak mencari ridha Allah atau berharap ridha manusia? Hendak diterima oleh Allah atau sebatas diterima oleh panitia dan peserta Kajian?
Sekaligus bertekadlah bahwa suatu saat nanti, Anda lah yang akan secara sukarela menyambut hangat setiap yang datang di majlis ilmu. Agar kecewa yang (menurut) Anda rasakan, tidak dirasakan orang lain.
Hal ini sekaligus koreksi untuk Panitia Kajian. Jika Anda menyelenggarakan kajian ilmu, Anda menyebarkan undangan via medsos, pamflet, atau banner, maka Anda harus bertangggungjawab dengan membentuk tim yang siap menyambut hangat, menerima dengan senyuman, dan mengarahkan lokasi maupun fasilitas yang disiapkan Panitia. Jangan sampai sudah mengundang, malah menelantarkan yang datang memenuhi undangan.
Jika sebuah toko yang berorientasi pada keuntungan dunia, atau sebuah kantor yang menawarkan jasa, selalu mensiapkan petugas untuk menyambut pengunjung agar nyaman, tertarik, dan merasa puas, kenapa untuk mencari pahala dan meraih keuntungan akhirat, tidak kita lakukan?
Coba programkan di setiap kajian ada sesuatu yang disuguhkan, paling tidak minuman. Bukan untuk membebani, bukan karena bermewah-mewah, dan jangan sampai berlebihan sehingga bisa mengganggu niat. Sebagai praktik memuliakan tamu di majlis ilmu.
Minimal, sambutah mereka yang hadir di majlis ilmu!
Shofwan bin Assal ketika menghadiri majlisnya Rasulullah ﷺ untuk menuntut ilmu, disambut oleh Rasulullah ﷺ :
مرحبًا بطالبِ العِلْمِ
“ Selamat datang, wahai penuntut ilmu “ HR Ibnu Adi dan disahihkan Al Albani di As Sahihah 7/1176
Di dalam hadis Abu Said Al Khudri ( Sahih Ibnu Majah 203 ), Rasulullah ﷺ berpesan :
سيأتيكُم أقوامٌ يطلبونَ العِلمَ فإذا رأيتُموهم فقولوا لَهُم مَرحبًا مَرحبًا بوصيَّةِ رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ