cookie

ما از کوکی‌ها برای بهبود تجربه مرور شما استفاده می‌کنیم. با کلیک کردن بر روی «پذیرش همه»، شما با استفاده از کوکی‌ها موافقت می‌کنید.

avatar

Dzikir Doa dan Nasehat

Kumpulan Dzikir dan Doa sesuai Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam. Kotak saran : @AbahFathimah

نمایش بیشتر
پست‌های تبلیغاتی
2 187
مشترکین
اطلاعاتی وجود ندارد24 ساعت
-27 روز
+330 روز

در حال بارگیری داده...

معدل نمو المشتركين

در حال بارگیری داده...

Dokumen dari See ya...
نمایش همه...
360213Ust.MuhammadAs-sewed-sesi2SejarahSalafiyahDiIndonesia.mp37.00 MB
Dokumen dari See ya...
نمایش همه...
360212Ust.MuhammadAs-sewed-sesi1SejarahSalafiyahDiIndonesia.mp39.85 MB
Photo unavailableShow in Telegram
Telat sholat jamaah
نمایش همه...
👍 1
Mungkin salah satu alasan mengapa kitab ini sedemikian agungnya di kalangan Ulama fikih Hanbali adalah beliau yaitu Syaikh Manshur bin Yunus ini merupakan seorang yang berilmu, kokoh dalam fikih, dan sangat luar biasa pengetahuannya terhadap madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Wallahu a’lam. Temanggung. 27 Dzulhijjah 1445 / 04 Juli 2024. Sumber : @DermaCerita
نمایش همه...
👍 1
Syaikh Manshur bin Yunus al Buhuti adalah Ulama yang memiliki andil besar dan melayani kitab Mukhtashar (ar Raudhu al Murbi) dari beberapa sisi, antara lain : 1. Beliau memperbaiki naskahnya, menjelaskan hakikat madzhab (hanabilah) dan beliau cukup aktif dalam memberi koreksi pada sebagian pendapat Imam Musa bin Ahmad sehingga diseleraskan dengan undang-undang fikih madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Mengapa demikian? Karena Imam Musa selaku pemilik risalah Zadu al Mustaqni’ menyelisihi pendapat madzhab Hanbali sendiri pada sebagian besar persoalan. Bahkan sampai disusun sebuah risalah jami’ah yang dikeluarkan oleh Universitas al Imam Muhammad bin Su’ud al Islamiyyah Fakultas Syari’ah dengan judul : al Masail Allati Khalafa Fiiha Shahibu Zadi al Mustaqni’ Lil Masyhur Min Madzhabil Imam Ahmad. Dan tidak hanya Mahasiswa Universitas Imam Muhammad bin Sa’ud saja yang mengeluarkan risalah tersebut, namun juga dari sebagian Doktor di selain Unviersitas tersebut. 2. Syaikh Manshur juga memberikan banyak catatan sekaligus mengobservasi al Hajjawi sekaligus meluruskan pendapatnya supaya selaras dengan Madzhab Imam Ahmad. 3. Syaikh Manshur membandingkan antara al Iqna’ dengan al Muntaha pada banyak tempat. Beliau mengomper antara keduanya padahal al Muntaha jelas matan yang mu’tamad di kalangan Hanabilah sebagaimana yang dikatakan dalam kaidah lalu. Hal ini -yang disebutkan dalam kaidah hanbaliah- ternyata didapati juga dalam madzhab Syafi’iyyah, mereka mengatakan : “al Tuhfah dan al Nihayah adalah madzhab, ketika keduanya didapati adanya silang pendapat maka yang dijadikan sandaran adalah al Nihayah.” 4. Beliau melayani kitab Zadu al Mustaqni’ dari sisi pendalilan. Kalian akan dapati bahwa permasalahan yang dibawakan oleh al Hajjawi akan ada dalil yang dicantumkan oleh Syaikh Manshur, baik dalil itu datang dari Kitabullah, atau sunnah, atau juga bisa ijma’, nadhar dan seterusnya. 5. Syaikh Manshur mentakyid (memberi catatan) di seluruh masalah yang mutlak. Seperti kalimat-kalimat dan persoalan yang sengaja dibawakan redaskinya secara mutlak, dan terkadang beliau bawakan redaksinya secara umum kemudian beliau jelaskan dengan detail. 6. Dibeberapa tempat Syaikh Manshur memberikan syarat-syarat pada bab yang masih mutlak redaksinya, beliau juga menyebutkan syarat tersebut berbarengan dengan quyud (pencatatan sesuai daftar poin) pada sebagian masail fikhiyyah. 7. Syaikh Manshur dalam kitab ini memberikan penjelasan yang baik dan gamblang pada bab yang mushannif datang dengan redaksi mubham (tidak jelas), beliau juga menjelaskan dhomir-dhomir (kata ganti) kemana mereka dikembalikan, bahkan sampai menjelaskan jawabu syarth yang ada pada lafadz-lafadz tesebut, dan yang mengesankan lagi beliau memberikan penjelasan dengan sisi nahwu baik dari mubtada khabarnya dan seterusnya. 8. Saking khidmatnya beliau untuk Zadu al Mustaqni’, sehingga kitab ini dianggap sebagai risalah yang memang sengaja disusun secara khusus untuk menerangkan satu kitab ini saja bukan tentang fikih madzhab. Yang perlu kita ketahui juga adalah risalah ar Raudhu al Murbi’ merupakan kitab yang sangat digadang-gadang oleh Ulama fikih Hanabilah, dan hal itu dibenarkan dengan banyaknya hasyiah (catatan kaki) untuk risalah ini, antara lain : 1. Hasyiah Ibnu Fairus. 2. Hasyiah Ibnu Humaid. 3. Hasyiah Ibnu Bisyr. 4. Hasyiah Abdillah Aba Buthain. 5. Hasyiah al ‘Anqari. 6. Hasyiah Faishal al Mubarok. 7. Hasyiah Alu Saliim. 8. Hasyiah Ibnu Qasim. Yang Ulama terdahulu lakukan terhadap ar Raudhu al Murbi’ ternyata Ulama Mutaakhirin juga berkhidmat sedemikian rupa dari segala sisi, misalnya: 1. Ada yang memberikan syarah. 2. Ada yang metakhrij hadits-haditsnya menjadi sahih atau dhaif. 3. Ada yang mentahqiq memeriksa validasi naskah dengan akurat. 4. Ada yang menjelaskan makna-makna yang asing darinya. Dan seterusnya.
نمایش همه...
👍 1
Pengenalan Kitab ar Raudhu al Murbi Kitab ini merupakan hasil karya daripada seorang Ulama bernama Manshur bin Yunus bin Shalahuddin al Buhuti atau al Bahuti. Beliau dilahirkan pada tahun 1000 hijriah dan wafat pada tahun 1051 hijriah. Hakikat daripada kitab al Raudhu al Murbi merupakan khulasah (ringkasan) daripada fikih madzhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah, beliau menyusun kitab ini sebagai syarah (penjelasan) bagi sebuah risalah fikih yang berjudul Zadu al Mustaqni’ milik Musa bin Ahmad al Hajawi -wafat : 968 Hijriah- dan risalah Zadu al Mustaqni’ adalah ringkasan dari kitab al Muqni’ milik Ibnu Qudamah al Maqdisi. Jadi urutannya sebagai berikut : Al Raudhu al Murbi’ milik Syaikh Manshur merupakan syarah dari (mukhtasar) Zad al Mustaqni’. Zadu al Mustaqni’ milik al Hajawi merupakan ringkasan dari al Muqni’ milik Ibnu Qudamah. Madzhab al Hanabilah memiliki tiga matan fikih yang sangat populer di kalangan mereka, kita urutkan berdasarkan yang paling awal dibuat; 1. Matan al Khiraqi. Beliau bernama Abu al Qasim Umar bin al Husain al Khiraqi -wafat 334 Hijriah-. Ketika beliau telah usai dari menyusun matan ini, para Ulama fikih dari kalangan hanabilah amat memperhatikannya, menjadikannya sebagai pedoman fikih madzhabnya, beramai-ramai mempelajarinya, bahkan diistilahkan juga bahwa mereka ‘akafuu ‘alaihi maksudnya berputar dan berporos pada matan ini dalam dunia pendidikan fikihnya. Sampai disebutkan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid pada risalahnya : al Madkhal, beberapa hal yang menunjukkan khidmah hanabilah untuk matan al Khiraqi ini. Mulai dari memberikan syarahnya, memberi hasyiah, membawakan dalil untuk setiap permasalahannya, dan sampai memberi penjelasan pada istilah-istilah yang gharibnya. Setelah itu muncullah beberapa matan-matan fikih untuk madzhab Hanabilah berikutnya, namun tidak ada yang sampai pada tingkat masyhur dan dilirik oleh mereka seperti popularitas yang diraih dari matan kedua, yaitu: 2. Al Muqni. Disusun oleh Ibnu Qudamah al Maqdisi. Sama halnya dengan ini para ilmuwan fikih madzhab hanbali mengamati bahwa matan ini amatlah istimewa dari segala sisi, sehingga tidak heran bila ternyata mereka juga melakukan hal yang sama seperti pada matan al Khiraqi tadi. Mulai dari memberikan hasyiah (catatan kaki), syarah, istidlal, menyaring mana dalil yang sahih dan tidaknya, dan lainnya. 3. Muntaha al Iradat. Matan ini milik Muhammad bin Ahmad bi Najjar -wafat 972 hijriah- dan dianggap inilah yang digadang-gadang sebagai pedoman madzhab hanabilah dan profil daripada madzhab hanabilah. Saking mu’tamadnya matan ini dan dijadikan yang paling terakhir dari urutan tiga matan tersebut, dikenallah sebuah kaidah yang berbunyi : “Bila al Iqna’ dan al Muntaha bersepakat pada suatu permasalahan maka itulah yang disebut (kesepakatan) madzhab, dan bila keduanya berbeda pendapat pada suatu permasalah maka yang dipilih dan dikuatkan adalah apa yang terdapat pada al Muntaha.” Dengan sedikit penjelasan ini maka kita mengetahui bahwa kitab ar Raudhu al Murbi merupakan salah satu kitab yang penting dalam fikih hanbali. Hal itu dikuatkan pula oleh kedudukan kitab Zadu al Mustaqni’ menurut ilmuwan fikih hanbali. Bagi Syaikh Manshur kitab ar raudhu al Murbi adalah syarah yang pertama kali disusun olehnya. Adapun karya beliau yang paling pertama adalah Hasyiah ‘ala al Muntaha, kemudian beliau kembali menerbitkan karya keduanya dengan judul Hasyiah ‘ala al Iqna’, kemudian dilanjutkan dengan risalah yang berjudul I’lamu al A’lam bi Qitali man Intahaka Hurmata Baita al Haram, baru setelah itu beliau menulis ar Raudhu al Murbi’. Bila ditinjau karya-karya beliau maka kitab ini berada pada urutan keempat, namun saat kita lihat dari sisi syarah yang beliau tulis maka ar Raudhu al Murbi adalah yang pertama dibuat oleh beliau. Beliau menulis kitab ini pada tahun 1046 Hijriah dan karya yang paling terakhir beliau tulis adalah ‘Umdatu at Thalib, karena risalah ini ditulis olehnya 5 bulan 20 hari sebelum wafatnya.
نمایش همه...
👍 4
Photo unavailableShow in Telegram
Pengenalan Kitab ar Raudhu al Murbi Kitab ini merupakan hasil karya daripada seorang Ulama bernama Manshur bin Yunus bin Shalahuddin al Buhuti atau al Bahuti. Beliau dilahirkan pada tahun 1000 hijriah dan wafat pada tahun 1051 hijriah.
نمایش همه...
⚽️ SEPAK BOLA DALAM TINJAUAN SYAR'I Cabang olahraga sangat banyak. Dewasa ini kian hari kian bervariasi. Tiap-tiap cabang ada peminat dan yang menekuninya. Sepak bola atau bola kaki, salah satu cabang olahraga atau permainan yang paling banyak diminati oleh banyak orang di seluruh penjuru dunia. Hampir seluruh kalangan menyukai permainan atau olahraga ini. Dari anak kecil, remaja, hingga dewasa dapat menggemarinya. Syariat Islam adalah aturan universal untuk seluruh aspek kehidupan manusia. Tak ketinggalan yang terkait olahraga dan permainan. Batasan-batasan islami yang indah sudah dijelaskan oleh para ulama kepada kita. Khusus masalah sepak bola, datang pertanyaan di antaranya yang diajukan kepada salah seorang ulama senior abad ini, ulama ahli hadits yang keilmuannya diakui oleh para ulama semasanya, Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah. Beliau ditanya, "Apa syarat permainan sepak bola?" Maka Beliau rahimahullah menjawab, الشرط الأول: أن تكون النية من اللعب تقوية البدن أو الترفيه عن النفس. الشرط الثاني: ألا تكشف فيها العورات. الشرط الثالث: ألا يترتب على اللعب تضيع الواجبات الشرعية  كأداء الصلاة في المسجد. الشرط الرابع: أن يكون اللعب بما يسمى اليوم بالروح الرياضية فلا يترتب على اللعب بالكرة الشحناء والبغضاء والقتال والضرب ونحو ذلك. "① Syarat Pertama: Hendaknya diniatkan dalam bermain adalah supaya menguatkan badan atau sebatas hiburan jiwa. ② Syarat Kedua: Tidak boleh menyingkap aurat. ③ Syarat Ketiga: Jangan sampai berdampak dari permainannya menyia-nyiakan kewajiban syari'at; seperti menunaikan shalat di masjid. ④ Syarat Keempat: Hendaknya permainannya -seperti ungkapan orang sekarang- harus dengan jiwa olahraga, sehingga permainannya tidak berdampak kepada permusuhan, saling membenci, pembunuhan dan pemukulan, dan yang semisalnya." 📼 [Kaset: Fatāwā Juddah, no. 13] @ponpes_assunnah_batu
نمایش همه...
PONPES ASSUNNAH BATU

Channel Resmi Mahad As Sunnah Batu Jawa Timur, di bawah bimbingan Asatidzah Mahad As Sunnah, Al Ustadz Usamah Faishal Mahri hafidzahullah, Al Ustadz Abdusshamad Bawazier hafidzahullah, dan Al Ustadz Ahmad Khadim hafidzahullah

👍 1
Photo unavailableShow in Telegram
#الحصن_الحصين_من_الشيطان_الرجيم عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ، أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : " إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ، وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ : لَا مَبِيتَ لَكُمْ، وَلَا عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ : أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ : أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ ". رواه مسلم
نمایش همه...
🎙 | Asy Syaikh Al Muqri Majdi Al Askari. 📖 | Surah : Ali Imran (Riwayat Warsy 'an Nafi'). 🕌 | Masjid Imam Bukhari - Seiyun, Hadhramaut.
نمایش همه...
Ali Imran - Warsy.mp33.00 MB
یک طرح متفاوت انتخاب کنید

طرح فعلی شما تنها برای 5 کانال تجزیه و تحلیل را مجاز می کند. برای بیشتر، لطفا یک طرح دیگر انتخاب کنید.