cookie

Utilizamos cookies para mejorar tu experiencia de navegación. Al hacer clic en "Aceptar todo", aceptas el uso de cookies.

avatar

Salafy Mamuju

Mostrar más
Publicaciones publicitarias
208
Suscriptores
Sin datos24 horas
Sin datos7 días
+430 días

Carga de datos en curso...

Tasa de crecimiento de suscriptores

Carga de datos en curso...

Photo unavailableShow in Telegram
Foto dari Sahiruddin
Mostrar todo...
Repost from SALAFY SOLO
TERUS MENJAGA KETAATAN SETELAH RAMADHAN •••• 🎙️ Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah Kita tidak bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan kemudian lupa dan memutar punggung kita untuk melakukan ketaatan dan mentaati Allah di bulan-bulan yang lainnya. Teruslah --barakallahu fikum-- dalam menyambung ibadah kepada Allah seperti dengan mengerjakan shalat malam dan mentaati Allah serta semua ketaatan yang dia lakukan di Ramadhan. Kita jangan lupa! Sebagian orang melakukan ketaatan di bulan ini, namun jika bulan ini telah berlalu dia kurang, malas, dan sering pura-pura lupa melakukan ketaatan. Jangan demikian! Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya kita memiliki perhatian terhadap bulan ini lebih dari yang lainnya, tetapi sepanjang tahun dan sepanjang hidup kita wajib untuk selalu mengingat Allah. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا الله ذِكْرًا كَثِيرًا. وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. "Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (menyebut dan mengingat) Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah untuk-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab: 41-42) Jadi seorang mu'min selalu mengingat Allah Tabaraka wa Ta'ala selama-lamanya, mentaati-Nya, bertakwa kepada-Nya, takut kepada-Nya dan selalu merasa diawasi oleh Allah setiap saat. https://t.me/salafysolo/1059
Mostrar todo...
SALAFY SOLO

Arsip

https://t.me/salafysolo

Photo unavailableShow in Telegram
Segenap Tim Admin dan Asatidzah pembina Channel Salafy Mamuju dan *Grup WhatsApp Salafy Mamuju* mengucapkan : 💐Selamat Hari Raya Idul fitri 1445H ﺗَﻘَﺒَّﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣِﻨَّﺎ ﻭَﻣِﻨْﻜُﻢ صَالِحَ الأَعْمَالِ *Taqabbalallahu minna wa minkum shalihal a'mal* "Semoga Allah menerima amalan-amalan shalih kami dan Anda semuanya." https://t.me/salafymamuju
Mostrar todo...
Repost from Salafy Indonesia
⚠✅📢❌ BAHAYA CINTA KEPEMIMPINAN ✍🏻 Al-Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, ما منْ أحَدٍ أَحبَّ الرِّئَاسَةَ إِلَّا حسدَ وبغَى وَتَتَبَّعَ عُيُوبَ النَّاس وَكَرِهَ أَنْ يُذْكَرَ أَحَدٌ بِخَيْرٍ Tidak ada seorang pun yang mencintai kepemimpinan melainkan dia akan hasad (iri), melampaui batas, mencari-cari aib orang lain, dan tidak suka orang lain dibicarakan dengan kebaikan. 📚 Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlih, 1/569 🌍 Kunjungi || https://forumsalafy.net/bahaya-cinta-kepemimpinan ⚪️ WhatsApp Salafy Indonesia ⏩ Channel Telegram || http://telegram.me/forumsalafy 💎💎💎💎💎💎💎💎💎💎
Mostrar todo...
Photo unavailableShow in Telegram
▪️ ••┈┈✺ ﷽ ✺┈┈•• ▪️ 🍃🌺🍃 [Gambar Fawaid] 010 🌙📚🗒️ BAHAN RENUNGAN DI AKHIR RAMADHAN 💬 Syaikh Shalih al-Fauzan hafidzahullah berkata, نوازن حالتنا قبل دخول هذا الشهر وحالتنا الحاضرة هل صلحت أعمالنا؟ وهل تحسنت أخلاقنا "Mari kita bandingkan kondisi kita sebelum masuk bulan Ramadhan ini dengan kondisi kita sekarang. Apakah amalan-amalan kita semakin baik? Apakah akhlak-akhlak kita semakin bagus?" ✍️ Al-Khuthab al-Mimbariyah fil Munasabah al-Ashriyah 1/309 sumber : https://t.me/KajianIslamTemanggung/17619 ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ 📱 Join & share: •telegram: t.me/salafymamuju
Mostrar todo...
Photo unavailableShow in Telegram
▪️ ••┈┈✺ ﷽ ✺┈┈•• ▪️ 🍃🌺🍃 [Gambar Fawaid] 009 LEBIH SEMANGAT SHALAT ISYA & SHUBUH DI MASJID DI 10 MALAM TERAKHIR RAMADHAN! ▪️ Berkata al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi'i rahimahullah, "من شهد العشاء والصبح ليلة القدر، فقد أخذ بحظه منه" "Barangsiapa yang hadir (di masjid) untuk melaksanakan shalat isya dan shubuh di malam (yang bertepatan dengan) lailatul qadr, maka ia telah meraih bagian dari keutamaan lailatul qadr" 📚 Tharhut Tatsrib karya al-'Iraqi, 4/162. 🎙Sumber: https://t.me/hikmahsalafiyyah/9893 ▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️▫️ 📱 Join & share: •telegram: t.me/salafymamuju
Mostrar todo...
✅💎 Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan yang lebih baik daripada keduanya, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri.” (Sahih, HR. Abu Dawud no. 1004, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani) *Hukum Shalat Id* Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat Id menjadi tiga pendapat: Shalat Id merupakan amalan sunnah yang dianjurkan, seandainya orang-orang meninggalkannya maka tidak berdosa. Ini adalah pendapat Imam ats-Tsauri dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. *Shalat Id hukumnya fardu kifayah* Dengan demikian, jika penduduk suatu negeri sepakat untuk tidak melakukannya, mereka semua berdosa dan mesti diperangi karena meninggalkannya. Ini yang tampak dari mazhab Imam Ahmad dan pendapat sekelompok orang dari mazhab Hanafi dan Syafi’i. Hukumnya fardu ain (atas setiap orang), seperti halnya shalat Jumat. Ini pendapat Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Imam asy-Syafi’i (sendiri) mengatakan dalam (buku) Mukhtashar al-Muzani, “Barang siapa memiliki kewajiban untuk mengerjakan shalat Jumat, dia juga wajib menghadiri shalat dua hari raya. Ini menegaskan bahwa hukumnya fardu ain.” (Diringkas dari Fathul Bari, Ibnu Rajab, 6/75—76) Yang terkuat dari pendapat yang ada—wallahu a’lam—adalah pendapat ketiga dengan dalil berikut ini. Dari Ummu Athiyah radhiyallahu anha ia mengatakan, أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ؟ قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintah kami untuk mengajak keluar (kaum wanita) pada (hari raya) Idul Fitri dan Idul Adha, yaitu gadis-gadis, wanita yang haid, dan wanita-wanita yang dipingit. Adapun yang haid, dia menjauhi tempat shalat, tetapi ikut menyaksikan kebaikan dan dakwah muslimin. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Hendaknya saudaranya meminjamkan jilbabnya.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim, ini lafaz Muslim, “Kitabul ‘Idain”, “Bab Dzikru Ibahati Khurujinnisa”) Perhatikanlah perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits di atas untuk pergi menuju tempat shalat, sampai-sampai yang tidak punya jilbab pun tidak mendapatkan uzur. Dia tetap harus keluar dengan dipinjami jilbab oleh yang lain. Shidiq Hasan Khan rahimahullah berkata, “Perintah untuk keluar berarti perintah untuk shalat bagi yang tidak punya uzur … Sebab, keluarnya (ke tempat shalat) merupakan sarana untuk shalat. Wajibnya sarana tersebut berkonsekuensi wajibnya yang diberi sarana (yakni shalat). Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Id adalah bahwa shalat Id menggugurkan shalat Jumat bila keduanya bertepatan dalam satu hari. Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin menggugurkan suatu kewajiban.” (ar-Raudhatun Nadiyyah, 1/380 dengan at-Ta’liqat ar-Radhiyyah. Lihat pula lebih rinci dalam Majmu’ Fatawa, 24/179—186, as-Sailul Jarrar, 1/315, Tamamul Minnah, hlm. 344) https://t.me/PenaIlmuSalafiyin Wajibkah Shalat Id Bagi Musafir? Sebuah pertanyaan telah diajukan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, yang intinya, “Apakah untuk shalat Id disyaratkan pelakunya seorang yang mukim (tidak sedang bepergian)?” Beliau rahimahullah menjawab yang intinya, “Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan disyaratkan mukim. Ada yang mengatakan tidak disyaratkan mukim.” Lalu beliau mengatakan, “Yang benar tanpa keraguan, adalah pendapat yang pertama, yaitu shalat Id tidak disyariatkan bagi musafir. Sebab, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sering melakukan safar dan melakukan tiga kali umrah selain umrah haji. Beliau juga berhaji wada’ dan ribuan manusia menyertai beliau. Beliau pun berperang lebih dari dua puluh kali.
Mostrar todo...
Pena Ilmu Salafiyyin

Ittiba'u Rasullillah Menyebarkan Ilmu. Berdakwah KeJalan Allah diatas Bashirah...

Pena Ilmu Salafiyyin: ✅💎🌷🌹🌺 *Meneladani Nabi dalam Beridul Fitri* Idul Fitri bisa memiliki banyak makna bagi tiap-tiap orang. Ada yang memaknai Idul Fitri sebagai hari yang menyenangkan karena tersedianya banyak makanan enak, baju baru, banyaknya hadiah, dan lainnya. Ada lagi yang memaknai Idul Fitri sebagai saat yang paling tepat untuk pulang kampung dan berkumpul bersama handai tolan. Sebagian lagi rela melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk mengunjungi tempat-tempat wisata, dan berbagai aktivitas lain yang bisa kita saksikan. Namun, barangkali hanya sedikit yang mau memaknai Idul Fitri sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam “memaknainya”. *Pendahuluan* Idul Fitri memang hari istimewa. Secara syariat pun dijelaskan bahwa Idul Fitri merupakan salah satu hari besar umat Islam selain Idul Adha. Karena itu, agama ini membolehkan umatnya untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu. Sebagai bagian dari ritual agama, prosesi perayaan Idul Fitri sebenarnya tak bisa lepas dari aturan syariat. Ia harus didudukkan sebagaimana keinginan syariat. Bagaimana masyarakat kita selama ini menjalani perayaan Idul Fitri yang datang menjumpai? Secara lahir, kita menyaksikan perayaan Hari Raya Idul Fitri masih sebatas sebagai rutinitas tahunan yang memakan biaya besar dan melelahkan. Kita sepertinya belum menemukan esensi Idul Fitri yang sebenarnya sebagaimana yang dimaukan oleh syariat. Bila Ramadan sudah berjalan tiga minggu atau sepekan lagi ibadah puasa usai, “aroma” Idul Fitri seolah mulai tercium. Ibu-ibu pun sibuk menyusun menu makanan dan kue-kue, baju-baju baru ramai diburu, transportasi mulai padat karena banyak yang bepergian, arus mudik mulai meningkat, dan berbagai aktivitas lainya. Semua itu seolah-olah sudah menjadi aktivitas “wajib” menjelang Idul Fitri. Untuk mengerjakan sebuah amal ibadah, bekal ilmu syariat memang mutlak diperlukan. Jika tidak demikian, ibadah hanya dikerjakan berdasar apa yang dilihat dari para orang tua. Tak ayal, bentuk amalannya pun menjadi demikian jauh dari yang dimaukan oleh syariat. Demikian pula dengan Idul Fitri. Apabila kita paham bagaimana bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam masalah ini, tentu berbagai aktivitas yang selama ini kita saksikan bisa diminimalkan. Beridul Fitri tidak harus menyiapkan makanan enak dalam jumlah banyak. Tidak pula harus beli baju baru karena baju yang bersih dan dalam kondisi baik pun sudah mencukupi. Tidak harus mudik juga karena bersilaturahim dengan sanak famili sebenarnya bisa dilakukan kapan saja. Dengan mengetahui bimbingan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, beridul Fitri tidak lagi membutuhkan biaya besar. Semuanya akan terasa lebih mudah. Berikut ini sedikit penjelasan tentang bimbingan syariat dalam beridul Fitri. https://t.me/PenaIlmuSalafiyin *Definisi Id (Hari Raya)* Ibnu A’rabi mengatakan, “Id[1] dinamakan demikian karena setiap tahun terulang dengan kebahagiaan yang baru.” (al-Lisan, hlm. 5) Ibnu Taimiyah berkata, “Id adalah sebutan untuk sesuatu yang selalu terulang, berupa perkumpulan yang bersifat massal, baik tahunan, mingguan, maupun bulanan.” (Dinukil dari Fathul Majid, hlm. 289, tahqiq al-Furayyan) Id (hari raya) dalam Islam adalah Idul Fitri, Idul Adha, dan hari Jumat. 💎 Dari Anas bin Malik ia berkata, قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ: مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ “Rasulullah datang ke Madinah dalam keadaan orang-orang Madinah mempunyai dua hari (raya) yang mereka bermain-main padanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Apa (yang kalian lakukan) dengan dua hari itu?” Mereka menjawab, “Kami bermain-main padanya waktu kami masih jahiliah.”
Mostrar todo...
Pena Ilmu Salafiyyin

Ittiba'u Rasullillah Menyebarkan Ilmu. Berdakwah KeJalan Allah diatas Bashirah...

Namun, tidak seorang pun menukilkan bahwa beliau melakukan shalat Jumat dan shalat Id dalam safarnya ….” (Majmu’ Fatawa, 24/177—178) *Mandi Sebelum Melakukan Shalat Id* عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى Dari Malik, dari Nafi, ia berkata bahwa Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu dahulu mandi pada hari Idul Fitri sebelum pergi ke mushalla (lapangan). (Sahih, HR. Malik dalam al-Muwaththa’, dan Imam asy-Syafi’i dari jalannya dalam al-Umm) Dalam atsar lain dari Zadzan, seseorang bertanya kepada Ali radhiyallahu anhu tentang mandi. Ali radhiyallahu anhu berkata, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Ia menjawab, “Tidak, mandi yang benar-benar mandi.” Ali radhiyallahu anhu berkata, “Hari Jumat, hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Idul Fitri.” (HR. al-Baihaqi, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam al-Irwa’, 1/176—177) *Memakai Wewangian" عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ يَغْتَسِلُ وَيَتَطَيَّبُ يَوْمَ الْفِطْرِ Dari Musa bin Uqbah, dari Nafi, bahwa Ibnu Umar mandi dan memakai wewangian di hari Idul Fitri. (Sahih, Riwayat al-Firyabi dan Abdurrazzaq) Al-Baghawi berkata, “Disunnahkan untuk mandi pada hari Id. Diriwayatkan dari Ali bahwa beliau mandi pada hari Id. Demikian pula yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dan Salamah bin Akwa. Disunnahkan juga untuk memakai pakaian terbagus yang dia dapati serta memakai wewangian.” (Syarhus Sunnah, 4/303) *Memakai Pakaian yang Bagus* Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma, أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِي السُّوقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ابْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيدِ وَالْوُفُودِ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّمَا هَذِهِ لِبَاسُ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ Umar radhiyallahu anhu mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar. Kemudian dia membawanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Umar radhiyallahu anhu berkata, “Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengan pakaian ini untuk hari raya dan menyambut utusan-utusan.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun berkata, “Ini adalah pakaian orang yang tidak akan dapat bagian (di akhirat) ….” (Sahih, HR. al-Bukhari, “Kitabul Jum’ah”, “Bab Fil ‘Idain wat Tajammul fihi”, dan Muslim, “Kitab Libas waz Zinah”) Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan disyariatkannya berhias untuk hari raya dan bahwa ini hal yang biasa di antara mereka.” (Fathul Bari) https://t.me/PenaIlmuSalafiyin *Makan Sebelum Berangkat Shalat Id* Anas bin Malik radhiallahu anhu berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ. وَقَالَ مُرَجَّأُ بْنُ رَجَاءٍ: حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ قَالَ: حَدَّثَنِي أَنَسٌ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا  “Rasulullah tidak keluar di hari Idul Fitri sebelum beliau makan beberapa kurma.” Murajja’ bin Raja berkata, “Abdullah berkata kepadaku, ia mengatakan bahwa Anas berkata kepadanya, “Nabi memakannya dalam jumlah ganjil.” (Sahih, HR. al-Bukhari, “Kitab al-’Idain”, “Bab al-Akl Yaumal ‘Idain Qablal Khuruj”) Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Mayoritas ulama menganggap sunnah untuk makan pada Idul Fitri sebelum keluar menuju tempat shalat Id. Di antara mereka adalah Ali dan Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma.” Di antara hikmah dalam aturan syariat ini, yang disebutkan oleh para ulama adalah: Menyelisihi ahlul kitab, yang tidak mau makan pada hari raya mereka sampai mereka pulang. Untuk menampakkan perbedaan dengan Ramadhan. Shalat Idul Fitri disunnahkan dilaksanakan lebih siang (dibandingkan dengan Idul Adha) sehingga makan sebelum shalat lebih menenangkan jiwa. Berbeda halnya dengan shalat Idul Adha, yang sunnah adalah segera dilaksanakan. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/89) *Bertakbir ketika Keluar Menuju Tempat Shalat*
Mostrar todo...
Pena Ilmu Salafiyyin

Ittiba'u Rasullillah Menyebarkan Ilmu. Berdakwah KeJalan Allah diatas Bashirah...

Pendapat kedua ini dianggap kuat oleh Ibnu Qayyim. Beliau mengatakan, “Dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam melambatkan shalat Idul Fitri serta menyegerakan Idul Adha. Ibnu Umar, dengan semangatnya untuk mengikuti As-Sunnah, tidak keluar hingga matahari telah terbit dan bertakbir dari rumahnya menuju mushalla.” (Zadul Ma’ad, 1/427; Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105) Hikmah melambatkan shalat Idul Fitri ialah semakin meluas waktu yang disunnahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah. Adapun hikmah menyegerakan shalat Idul Adha ialah semakin luas waktu untuk menyembelih dan tidak memberati manusia untuk menahan diri tidak makan hingga mereka memakan hasil kurban mereka. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105—106) *Tanpa Azan dan Iqamah* 💎 Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu ia berkata, صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ “Aku shalat dua hari raya bersama Rasulullah, bukan hanya satu atau duakali, tanpa azan dan tanpa iqamah.” (Sahih, HR. Muslim) Dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdillah al-Anshari radhiyallahu anhum keduanya berkata, لَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَلَا يَوْمَ الْأَضْحَى. ثُمَّ سَأَلْتُهُ بَعْدَ حِينٍ عَنْ ذَلِكَ فَأَخْبَرَنِي قَالَ: أَخْبَرَنِي جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ: أَنْ لَا أَذَانَ لِلصَّلَاةِ يَوْمَ الْفِطْرِ حِينَ يَخْرُجُ الْإِمَامُ وَلَا بَعْدَ مَا يَخْرُجُ، وَلَا إِقَامَةَ وَلَا نِدَاءَ وَلَا شَيْءَ، لَا نِدَاءَ يَوْمَئِذٍ وَلَا إِقَامَةَ “Tidak ada azan pada hari Fitri dan Adha.” Kemudian aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang itu, maka ia mengabarkan kepadaku bahwa Jabir bin Abdillah al-Anshari mengatakan, “Tidak ada azan dan iqamah di hari Fitri saat imam keluar, tidak pula setelah keluarnya. Tidak ada iqamah, tidak ada panggilan, tidak ada apa pun, tidak pula iqamah.” (Sahih, HR. Muslim) Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam hal ini, yaitu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakr, dan Umar radhiyallahu anhuma melakukan shalat Id tanpa azan dan iqamah.” Imam Malik rahimahullah berkata, “Itu adalah sunnah yang tiada diperselisihkan menurut kami. Para ulama bersepakat bahwa azan dan iqamah dalam shalat dua hari raya adalah bid’ah.” (Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/94) Bagaimana dengan Panggilan Lain Semacam, “Ash-Shalatu Jami’ah”? Imam asy-Syafi’i dan pengikutnya menganggap hal itu sunnah. Mereka berdalil dengan: Riwayat mursal dari seorang tabiin, yaitu az-Zuhri. Mengkiaskannya dengan shalat Kusuf (gerhana). Namun, pendapat yang kuat bahwa seruan ini juga tidak disyariatkan. Adapun riwayat dari az-Zuhri merupakan riwayat mursal, yang tentu tergolong dha’if (lemah). Sementara itu, pengkiasan dengan shalat Kusuf tidaklah tepat karena keduanya memiliki perbedaan. Di antaranya, pada shalat Kusuf orang-orang masih berpencar sehingga diperlukan seruan semacam itu, sementara pada shalat Id tidak demikian. Orang-orang justru sudah berangkat menuju tempat shalat dan berkumpul di sana. (Fathul Bari, karya Ibnu Rajab, 6/95) Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah berkata, “Pengkiasan di sini tidak sah. Sebab, ada dalil sahih yang menunjukkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak ada azan dan iqamah atau apa pun untuk shalat Id. Dari sini diketahui bahwa panggilan untuk shalat Id adalah bid’ah, dengan lafaz apa pun.” (Ta’liq terhadap Fathul Bari, 2/452) Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau memulai shalat tanpa azan dan iqamah, juga tanpa ucapan “ash-shalatu jami’ah.” Sunnah Nabi adalah tidak dilakukan sesuatu pun dari (panggilan-panggilan) itu.” (Zadul Ma’ad, 1/427) *Kaifiat (Tata Cara) Shalat Id* *Shalat Id dilakukan dua rakaat* Pada prinsipnya, tata caranya sama dengan shalat-shalat yang lain. Namun, ada sedikit perbedaan, yaitu ditambah takbir pada rakaat yang pertama 7 kali, dan pada rakaat yang kedua ditambah 5 kali takbir, selain takbiratul intiqal (takbir perpindahan gerakan).
Mostrar todo...