cookie

Utilizamos cookies para mejorar tu experiencia de navegación. Al hacer clic en "Aceptar todo", aceptas el uso de cookies.

avatar

ᴍᴜsʟɪᴍ's ᴅɪᴀʀʏ

Mostrar más
El país no está especificadoEl idioma no está especificadoLa categoría no está especificada
Advertising posts
439Suscriptores
Sin datos24 hours
Sin datos7 days
Sin datos30 days

Carga de datos en curso...

Tasa de crecimiento de suscriptores

Carga de datos en curso...

⛔ *Jangan Malas Shalat tarawih Keutamaan shalat tarawih *1. Akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.* Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ _“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”_ (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39) Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya. (Lihat Fathul Bari, 4/251) Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil. (Idem) *2. Shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.* Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً _“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”_ (HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih) Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai. *3. Shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.* Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9633)
Mostrar todo...
🕰️ *Sunnah Mengakhirkan Sahur* ✍🏻 Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah Sunnahnya jam sahur adalah sebagaimana terdapat dalam hadits, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu berkata: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاةِ ، قَالَ: قُلْتُ: كَمْ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةٍ _"Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu melaksanakan shalat". Anas bertanya kepada Zaid: “Berapa jarak antara adzan dan sahur ?” Zaid menjawab: "Sekitar (membaca) 50 ayat (Al-Quran)"._ [HR. Bukhari 1921 dan Muslim 1097] Ini menunjukkan sunnahnya sahur itu mendekati masuknya waktu Shubuh, yakni perkiraan rentang waktu sahur dengan masuknya adzan Shubuh adalah sekitar membaca 50 ayat Al-Quran. Bisa antum perkirakan sendiri tentunya, yakni tentu tidak sampai berjam-jam selisih waktu antara sahur dengan shalat Shubuh, bahkan hanya beberapa puluh menit. Sebagian Ulama menetapkan bahwa hitungan mulai awal waktu disebut sahur itu adalah 1/6 malam terakhir. Ini adalah pendapat dari sebagian Ulama Madzhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, silakan rujuk Hasyiah Raddul Mukhtar II:418, Majma’ul Anhar I:357, Al-Istidzkar I:397, Mughnil Muhtaj I:435, dan lain-lain. Ulama yang berpendapat demikian, di samping beralasan dengan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memang selalu mengakhirkan sahur yang waktunya mendekati waktu Shubuh, sebagaimana telah ana sebutkan haditsnya di atas, juga sesuai dengan definisi sahur secara bahasa. Pengertian sahur secara bahasa adalah: آخر الليل وقبيل الصبح "Ujung malam mendekati waktu Shubuh". (Jami’ul Bayan An-Ta’wilil Quran XXVI:200) Adapun cara perhitungan 1/6 malam terakhir adalah menurut syariat -dan sesuai dengan perhitungan hijriyyah- hitungan malam itu dimulai dari Maghrib sampai sesat mendekati Shubuh. Jadi jika dimisalkan waktu Maghrib itu pukul 6 sore, dan Shubuh misal pukul 4 pagi, maka totalnya 10 jam, maka jika 1/6 nya kira-kira waktu mulai sahur itu bisa dihitung sendiri olehmu. Yang jelas, pukul 1 atau pukul 2 malam belum masuk waktu sahur. Jadi kalau sekarang pukul 1 atau pukul 2 malam udah ada yang mulai teriak-teriak sahur -biasanya itu dengan menggunakan speaker di masjid-, sungguh ini mengherankan, sunnah mana yang di ikuti -di samping bisa mengganggu orang yang masih tertidur karena memang belum masuk waktu sahur.
Mostrar todo...
Kesimpulannya. Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu ‘alam 3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.? Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إَيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [7] Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, “Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي “Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku” [8] Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.
Mostrar todo...
Ini menafsirkan sabdanya. أَرَى رُؤْيَا كُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّ هَا فيْ السَّبْعِ الأَوَاخِِرِ “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir” [5] Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda : “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima)” [6] Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.
Mostrar todo...
Malam Lailatul Qadar MALAM LAILATUL QADAR Oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur’an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah. Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut. 1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman. إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar/97 : 1-5] Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan/44 : 3-6] 2. Waktunya Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan. [1] Imam Syafi’i berkata : “Menurut pemahamanku. wallahu ‘alam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : “Apakah kami mencarinya di malam ini?”, beliau menjawab : “Carilah di malam tersebut” [2] Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda. تَحَرَّوْا وفي رواية : الْتَمِسُوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ “Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” [3] Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. الْتَمِسُوْ مَا فِيْ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُ كُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya” [4]
Mostrar todo...
*Hidup dalam Kecukupan* Nabi Muhammad SAW menghendaki agar ummatnya hidup dalam kewajaran dan keseimbangan. Tidak berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, tidak pula mempersulit kehidupannya sendiri. Sebuah riwayat menceritakan, beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk berpuasa sepanjang hari dan tidak tidur pada malam harinya. Mereka hanya melakukan shalat, tidak makan daging atau makanan sejenisnya, serta tidak mendekati wanita (istri). Ketika mengetahui hal tersebut Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku tidak perintahkan untuk melakukan hal-hal semacam itu. Kalian memiliki kewajiban terhadap diri kalian sendiri. Jika kalian dapat berpuasa dan kadang-kadang tidak tidur pada malam harinya, aku tidur dan juga shalat. Kadang-kadang aku berpuasa dan kadang-kadang aku tidak, aku juga makan daging dan mentega. Maka barangsiapa yang tidak mengikuti cara hidupku (sunnahku) dia tidak termasuk golongan.” Nabi Muhammad SAW melanjutkan, “Apa yang telah terjadi pada orang-orang ini? Mereka melarang pergaulan dengan wanita (istri), makanan yang enak, parfum (wewangian), tidur dan hal-hal baik lainnya bagi mereka di dunia ini. Aku tidak pernah mengajarkan kalian untuk bertapa, dalam agamaku, tidak ada pantangan terhadap wanita, daging, dan juga tidak ada asetisisme. Untuk pengendalian diri, ada puasa dan jihad yang mengandung segala kebaikan asestisime. Beribadahlah pada Tuhan dan lakukanlah tugas-tugas dan agama, yaitu haji, shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan dan sebagainya. Orang-orang sebelum kalian telah dimusnahkan, karena mereka (yaitu, bersikap ekstrem) dan pada akhirnya terjebak hukum alam (karena mereka menentang hukum alam) dengan bersikap ekstrem. Para pertapa itu adalah keturunan mereka.” [HR. Imam Bukhori] *BENCI TERHADAP DUNIA* Hadits ini menerangkan prinsip-prinsip Islam yang membenarkan kenikmatan duniawi selama dalam batas-batas tertentu dan tidak berlebihan. Hadits tersebut menekankan pula pentingnya keseimbangan dalam hidup. Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW bersabda, “Yang terbaik dari kalian adalah orang yang tidak mengabaikan dunia demi mengejar Hari Akhir, atau mengejar Hari Akhir demi dunia ini, dan tidak menjadi beban bagi orang lain.” Nabi Muhammad SAW menolak seluruh konsepsi agama yang salah dibentuk oleh sebagian orang demi memenuhi kepentingannya sendiri. Nabi Muhammad SAW juga menyatakan bahwa agama tidak mengajarkan kebencian terhadap dunia tidak serta merta membuat seseorang menjadi shaleh. Nabi Muhammad SAW berdoa untuk kemakmuran para pengikutnya seperti digambarkan dalam hadits ini, “Ya Allah, orang-orang ini tidak mempunyai alas kaki (tidak juga kuda atau untuk untuk kendaraannya), berilah mereka (kuda atau unta) untuk dikendarai; Ya Allah, orang-orang ini tidak mempunyai pakaian (telanjang); maka berilah mereka pakaian. Ya Allah, orang-orang ini dalam keadaan lapar, maka berilah mereka makanan.” [HR. Imam Abu Daawud] Menelaah doa yang dipanjatkannya, kian jelaslah bahwa Nabi Muhammad SAW menginginkan supaya ummatnya hidup dalam kecukupan. Bukan dalam kondisi yang serba kekurangan atau kemelaratan. WALLOOHU A'LAM BISH SHOWAAB
Mostrar todo...
⛔ *Demo Itu Haram* Demonstrasi yang brutal maupun dengan cara damai telah terang-terangan *menandakan keluar dari ketaatan pada penguasa.* Melakukan pembangkangan dari ketaatan kepada penguasa adalah *haram dengan kesepakatan para ulama.* Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Adapun keluar dari ketaatan pada penguasa dan menyerang penguasa, maka itu adalah haram berdasarkan Ijmak (kesepakatan) para ulama, *walaupun penguasa tersebut adalah fasik lagi zalim.”* (Syarh Muslim, 12: 229) *Demonstrasi adalah bentuk tidak taat pada penguasa. Padahal taat kepada penguasa itu wajib,* meskipun ia zalim dan fasik. Dan ada kemaslahatan yang besar di balik ketaatan tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ، قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ _“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen), dan tidak pula melaksanakan Sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“ Aku berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?” Beliau ﷺ bersabda: ”Dengarlah dan taat kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan taat kepada mereka.”_ [HR. Muslim no. 1847] Dalam Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan mengenai hadits di atas, “Jelaslah dari hadits tersebut, penguasa yang wajib ditaati adalah yang memiliki sulthon (kekuasaan), baik penguasa tersebut adalah penguasa yang baik atau pun zholim” Ibnu Abil Izz rahimahullah berkata, *“Hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zholim (kepada kita).* Jika kita keluar dari mentaati mereka, maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezholiman yang mereka perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezholiman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat zholim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita” (Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381). Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Mendengar dan mentaati penguasa kaum muslimin mengandung maslahat dunia, mudahnya urusan hamba, dan bisa menolong hamba dalam mentaati Allah” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 117).
Mostrar todo...
Inicia sesión y accede a información detallada

Te revelaremos estos tesoros después de la autorización. ¡Prometemos que será rápido!