*💐📝PENJELASAN SYAIKH BIN BAZ TENTANG MENGAPA DIBIARKAN ADA KUBAH DI KUBURAN NABI*
◼️◼️◼️◼️◼️◼️
*❓Pertanyaan:*
Saudara kita bertanya: Sesungguhnya saya mengetahui bahwasanya adanya kubah-kubah di atas kubur tidaklah diperbolehkan. Namun sebagian orang berkata: Itu boleh. Dalil mereka adalah kubah Rasul shollallahu alaihi wasallam. Mereka berkata: Sesungguhnya Muhammad bin Abdil Wahhab menghilangkan seluruh kubah, tapi kubah yang masih tersisa adalah kubah Rasul shollallahu alaihi wasallam. Mestinya kan harus dihilangkan juga, selama manusia tidak ragu – berdasarkan yang nampak-. Bagaimana membantah mereka ini? Berikanlah kepada kami faidah (ilmu) semoga Allah memberikan keberkahan kepada anda.
*💡Jawaban Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah:*
Tidak diragukan lagi bahwasanya kubah-kubah di atas kubur adalah bid’ah dan kemunkaran. Demikian juga masjid-masjid (yang dibangun) di atas kubur. Semuanya adalah bid’ah. Semuanya adalah kemunkaran.
Karena tersebut dalam hadits dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
Laknat Allah bagi Yahudi dan Nashara yang mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah (H.R al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah, pen)
Demikian juga tersebut dalam hadits dari beliau –semoga sholawat dan salam tercurah kepada beliau – bahwasanya beliau bersabda:
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوْا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu (H.R Muslim dalam Shahihnya)
Begitu juga hadits dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhai keduanya- dalam Shahih Muslim dari Nabi shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau melarang dari mengapur kubur, duduk di atasnya, dan membangun (bangunan) di atasnya. Maka jelas nashnya dari
Nabi shollallahu alaihi wasallam akan larangan membangun di atas kubur dan mengapurnya atau duduk di atasnya. Tidak diragukan lagi bahwasanya meletakkan kubah di atas kubur adalah bagian dari membangun bangunan di atasnya. Membangun masjid di atas kuburan juga bagian dari membangun (yang terlarang, pen) itu. Demikian juga membuat atapnya dan dinding, adalah bagian dari bangunan (yang terlarang, pen).
Wajib untuk membiarkan kuburan itu terbuka di atas bumi. Tetap terbuka sebagaimana kuburan di masa Nabi shollallahu alaihi wasallam di Baqi’ dan selainnya yang tetap terbuka. Kuburan boleh ditinggikan di atas permukaan bumi sekadar kurang lebih sejengkal. Untuk diketahui bahwasanya itu adalah kuburan, sehingga tidak dihinakan.
Adapun membangun kubah di atasnya atau dibuatkan ruangan atau anjang-anjang (jaring-jaring dari kayu) atau selainnya, hal itu tidaklah diperbolehkan. Wajib untuk membiarkan kuburan sesuai keadaannya yang terbuka. Tidak ditambahkan selain tanahnya. Kuburan ditinggikan dari tanah yang telah digali dan ditutupkan, ditinggikan sekedar sejengkal. Cukup demikian saja. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash bahwasanya beliau berkata:
الْحَدُوْا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوْا عَلَيَّ اللَّبِنَ نَصْباً كَمَا صُنِعَ بِرَسُوْلِ الله ﷺ
Buatkanlah liang lahad untukku dan tegakkan al-Labin (semacam kayu atau bata dalam menutup liang lahad itu, pen). Sebagaimana hal itu diterapkan pada Rasulullah shollallahu alaihi wasallam (H.R Muslim, pen)
Dalam sebagian riwayat dinyatakan (artinya): dan ditinggikan kuburnya dari permukaan bumi sekedar sejengkal. Maksudnya kubur Nabi shollallahu alaihi wasallam.
Kesimpulannya adalah bahwasanya kubur ditinggikan sekadar sejengkal dan sekitarnya yang sesuai terdapat tanda bahwasanya itu adalah kuburan. Agar tidak dihinakan, tidak diinjak, tidak diduduki. Adapun kalau hendak dibangun di atasnya, tidak. Tidak boleh berupa kubah atau selainnya.